JAKARTA-CRIMENEWS: Mabes Polri membentuk tim khusus untuk mengungkap 7.491 kasus permasalahan tanah di seluruh Indonesia. Tim terdiri dari tingkat Mabes Polri hingga ke polda-polda.
Polri akan bertindak tegas tanpa melihat latar belakang pihak yang melakukan penyalahgunaan masalah pertanahan. Jika sebuah kasus melibatkan oknum tertentu, apa punpangkatnya, dari pajabat negara apa pun instansinya, hukum akan ditegakkan.
Pengungkapan kasus pertanahan ini, menurut Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Irjen Pol Paulus Purwoko, di Mabes Polri Jumat (28/11), sebagai realisasi memorandum of understanding (MoU) antara Polri dan Badan Pertanahan nasional (BPN) Pusat.
Untuk mendukung pengungkapan kasus yang ada, lanjutnya, Mabes Polri akan memerintahkan pimpinan kepolisian wilayah menangani kasus-kasus pertanahan yang ada di wilayah mereka. Sehingga tidak semua kasus harus ditangani tim dari Mabes Polri.
"Tidak mungkin kalau tim dari Mabes Polri yang menangani kasus itu secara keseluruhan. Namun yang ada di wilayah, kita serahkan penyelesaiannya di wilayah. Jadi tidak semua kasus ditangani Mabes Polri," katanya.
Sekretaris Utama BPN Pusat, D Managam, menambahkan, banyak permasalahan pertanahan yang melibatkan orang dalam BPN. Karena itu, kita mengharapkan seluruh pejabat BPN mulai dari pusat hingga ke daerah, lebih mengemukakan unsur kehati-hatian dan ketelitian.
Ia menambahkan, sebenarnya sudah ada aturan baku dan ketat di BPN terkait adanya penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan timbulnya permasalahan pertanahan.
BPN sendiri, lanjutnya, juga memiliki sanksi yang bisa dikenakan kepada pejabat atau pegawai yang nakal, namun jika permasalahannya sudah pada tingkatan kriminalitas, semuanya kita serahkan kepada kepolisian.
Karena itu, lanjutnya, pihaknya mendukung langkah tegas kepolisian dengan akan menegakkan hukum terhadap siapa pun yang bersalah dalam kasus pertanahan.
Direktur Sengketa Ditahan
Realisiasi dari MoU antara Polri dengan BPN ini, pada Kamis (27/11/2008), Mabes Polri menahan Direktur Sengketa Badan Pertanahan Nasional (BPN), Elfachri Budiman.
Menurut Wakil Kepala Bareskrim Paulus Purwoko, Elfachri diduga memproses dan menerbitkan sertifikat baru terhadap sertifikat yang telah diagunkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Sebelumnya, polisi menahan tersangka utama kasus ini yakni Sudarto, karyawan Bank Pesona. Pada 2005 lalu, tambah Paulus, Sudarto divonis 16 bulan pidana dalam kasus pemalsuan sertifikat ini.
Sudarto menggunakan fotokopian surat Hak Guna Bangunan No 264 seluas 682 meter persegi dan No 249 seluas 524 meter persegi yang disimpan di Bank Pesona untuk membuat sertifikat asli tapi palsu.
Ketika Bank Pesona dilikuidasi dua sertifikat itu juga jadi aset yang diambil alih BPPN. Namun, berbekal fotokopi sertifikat itu, Sudarto lantas mengurus sertifikat baru ke Kantor BPN Medan saat Elfachri menjabat sebagai kepala.
Sudarto beralasan surat yang asli hilang. Dua sertifikat baru dengan status hak milik atas nama Sudarto selanjutnya diterbitkan untuk tanah yang sama. "Dengan demikian, ada dua sertifikat untuk satu tanah yakni HGB dan SHM," katanya.
Menurut Paulus, kesalahan Elfachri adalah memproses pengajuan surat itu. Padahal, staf BPN Medan saat itu sudah menjelaskan bahwa sertifikat itu bermasalah dan tidak bisa diterbitkan. Namun Elfachri dengan menggunakan kekuasaannya tetap menerbitkan sertifikat tersebut.
Tersangka dijerat dengan pasal 263 dan 266 KUHP tentang pemalsuan dokumen jo pasal 55 dan 56 KUHP tentang turut serta dalam tindak pidana. (Joe)
Readmore ""