Rabu, 29 April 2009

Mirror


MUNGKIN, judul tulisan ini seperti judul sinetron horor yang diperankan aktris centil Nirina Zubir. Memang benar, tapi tulisan ini tidak mengisahkan si gadis yang bisa melihat jauh ke depan akan adanya kematian. Tulisan ini hanya mengisahkan bagaimana pencarian jati diri seseorang yang telah dianggapnya hilang. Padahal, apa yang dicarinya ada di hatinya.

Seperti itulah yang kini dialami Rere. Cewek metropolis yang memiliki segala sesuatu yang dibutuhkan dalam kehidupan Jakarta yang serba keras. Sebagai cewek yang belum genap 30 tahun, Rere punya tubuh yang sempurna, paras tidak terlalu jelek dan pekerjaan tetap di sebuah perusahaan swasta terkemuka.

Ia memiliki modal untuk melakukan semua yang selama ini dimimpikan remaja metropolitan. Dengan gajinya, Rere bisa keluar masuk butik untuk memenuhi selera belanjanya, atau setiap akhir pekan nongkrong bareng teman-temannya di cafe dan diskotik.
Bahkan dengan uang yang ia miliki, Rere bisa membeli cowok yang ia sukai. Ia penuhi semua keinginan cowok itu, termasuk hubungan seks. Karena Rere juga sangat membutuhkan seks untuk menambah gairah hidup dan kinerjanya. Untuk memenuhi kebutuhan biologis itu, Rere dengan rela merogoh kantongnya untuk membuka room hotel-hotel di Jakarta.

Rere berusaha memuaskan nafsu biologisnya dan berselancar dengan peluh yang membasahi tubuhnya. Ia tak pernah memikirkan hal-hal lain, termasuk apakah dia mencintai pria pasangannya atau tidak. Mungkin, awalnya semua berjalan tanpa cinta, hanya nafsu. Bagi seorang pria, untuk melakukan sebuah hubungan seks, tidak perlu harus ada rasa cinta. Tanpa cinta pun, hubungan seks bisa dilakukan. Itulah laki-laki.

Ternyata, ini berbeda dengan Rere. Awalnya hanya pemenuhan kebutuhan libido, tetapi lama kelamaan mulai tumbuh cinta. Ini adalah hubungan terlarang. Kenapa gadis metropolis masih terjebak dengan kalimat cinta? Sayang?

Kalimat itu, sebenarnya sudah lama dihapus dari kamus anak-anak metropolitan. Hubungan badan adalah hubungan badan yang bisa dilakukan kapan saja dan dengan siapa saja, tanpa harus ada landasan cinta. Semua bisa dan akan terjadi hanya karena dilandasi kebutuhan semata. Ada yang butuh seks, ada yang bisa jadi pasangan untuk membantu melakukan seks. Kedua pihak sama-sama senang, sama-sama suka. Just have fun.

Jadi ketika ada sebuah pertanyaan tentang apakah hubungan Rere selama ini karena ada rasa sayang? Itu adalah pertanyaan yang salah sasaran dan salah alamat. Tidak ada cinta dan tidak ada rasa sayang di sini. Yang ada adalah rasa saling membutuhkan akan sebuah kehangatan badan sesaat.

Setelah itu, masing-masing akan kembali pada kesibukan sendiri-sendiri. Karena semuanya serba masing-masing, sudah menjadi kewajaran kalau kondom menjadi peralatan utama. Sebagai pencegah HIV/AIDS, kehamilan dan juga ekses lain akibat sering ganti pasangan. Bukan hanya itu, di pihak cewek, antisipasi akan timbulnya kehamilan sudah menjadi menu utama.

Jangan bilang takut hamil. Jangan bilang takut patah hati atau putus cinta. Karena kehidupan remaja metropolis memang tidak pernah dilandasi cinta. Setelah say hello, saling menjajaki, ada kecocokan, bisa tidur bareng dan em-el. Setelah selesai atau bosan, tinggal bilang thank you and goodbye. Selesai.

Ternyata, Rere hanyalah gadis metropolis yang tanggung. Mau masuk ke dunia metropolis tapi kurang siap mental dan tidak sigap menghadapi ritme kehidupan Jakarta yang serba cepat dan gemerlap menyilaukan.

Ia terlalu pongah. Ia terlalu angkuh. Hanya karena ia merasa bisa membeli seorang laki-laki, ia merasa bisa membeli kehidupan seorang pria. Bahkan ia merasa bisa membeli cinta seorang pria. Semuanya terlanjur tertanam erat dalam jiwanya. Ia merasa ia telah memiliki sebuah cinta dari hubungan fun itu. Ia lupa, Jakarta tidak seperti alam pikirannya yang sempit dan picik.

Saat ia mendengar kebenaran yang ada, saat ia melihat kenyataan yang ada, dan saat ia harus berhadapan dengan gaya hidup serba instan di metropolitan, ia terhenyak. Ia kaget. Cinta yang ia rengkuh adalah sebuah fatamorgana. Tidak pernah ada sebuah cinta dalam hubungan antar manusia di Jakarta, apalagi dalam hubungan cowok cewek.

Ia merasa kehilangan semuanya, hartanya, waktunya, harga diri dan masa depannya. Semua sirna bersama hiruk pikuk kota Jakarta. Harapannya untuk memiliki sebuah cinta kasih kandas di tengah jalan. Ia marah. Ia galau. Ia putus asa. Bahkan ia pingin bunuh diri.

Tetesan air mata seperti menjadi saksi kehancuran hati dan perasaannya. Tapi apakah semua bisa menyelesaikan masalah? Ternyata tidak. Bahkan ketika jawaban itu dicari di ujung dunia sekalipun, jawaban itu tidak akan pernah ditemui.

Padahal jawabannya cuma ada satu dan berada di dalam relung hatinya. Sebuah keiklasan untuk menerima kenyataan akibat kebodohan sendiri, kerelaan melepas semua yang ada, keberanian menatap masa depan yang lebih baik, dan secara penuh terjun sebagai pemain drama kehidupan metropolitan.

"Jangan setengah-setengah kalau melakukan sesuatu. Jangan tanggung-tanggung kalau mau penjahat. Tapi juga jangan tanggung-tanggung kalau mau jadi ustad. Jakarta hanya butuh orang-orang yang keras dan akan menggilas yang setengah-setengah," kata seorang anak jalanan.***

(ririe di tanah abang)

Readmore ""