Senin, 25 Mei 2009

Sebuah Enigma

TIBA-TIBA semuanya terasa tanpa nuansa. Hambar. Bahkan lagu Ebiet G Ade yang mengalun dari handphone sesama calon penumpang pesawat yang didelay itu terasa tak memiliki kekuatan lagi. Padahal, lagu lama Camelia I hingga Camelia III yang selama ini bisa menjadi suluh semangatku, hari ini terdenganr landai. Ah....


Aku tidak tahu pasti. Mengapa tiba-tiba Widya menyatakan keinginannya untuk kembali ke Norwegia. Padahal bea siswanya sudah selesai dan pendidikan doktornya juga sudah diraihnya. "Aku hanya ingin mengembangkan apa yang aku bisa lakukan," katanya perlahan.

Readmore ""

Rabu, 29 April 2009

Mirror


MUNGKIN, judul tulisan ini seperti judul sinetron horor yang diperankan aktris centil Nirina Zubir. Memang benar, tapi tulisan ini tidak mengisahkan si gadis yang bisa melihat jauh ke depan akan adanya kematian. Tulisan ini hanya mengisahkan bagaimana pencarian jati diri seseorang yang telah dianggapnya hilang. Padahal, apa yang dicarinya ada di hatinya.

Seperti itulah yang kini dialami Rere. Cewek metropolis yang memiliki segala sesuatu yang dibutuhkan dalam kehidupan Jakarta yang serba keras. Sebagai cewek yang belum genap 30 tahun, Rere punya tubuh yang sempurna, paras tidak terlalu jelek dan pekerjaan tetap di sebuah perusahaan swasta terkemuka.

Ia memiliki modal untuk melakukan semua yang selama ini dimimpikan remaja metropolitan. Dengan gajinya, Rere bisa keluar masuk butik untuk memenuhi selera belanjanya, atau setiap akhir pekan nongkrong bareng teman-temannya di cafe dan diskotik.
Bahkan dengan uang yang ia miliki, Rere bisa membeli cowok yang ia sukai. Ia penuhi semua keinginan cowok itu, termasuk hubungan seks. Karena Rere juga sangat membutuhkan seks untuk menambah gairah hidup dan kinerjanya. Untuk memenuhi kebutuhan biologis itu, Rere dengan rela merogoh kantongnya untuk membuka room hotel-hotel di Jakarta.

Rere berusaha memuaskan nafsu biologisnya dan berselancar dengan peluh yang membasahi tubuhnya. Ia tak pernah memikirkan hal-hal lain, termasuk apakah dia mencintai pria pasangannya atau tidak. Mungkin, awalnya semua berjalan tanpa cinta, hanya nafsu. Bagi seorang pria, untuk melakukan sebuah hubungan seks, tidak perlu harus ada rasa cinta. Tanpa cinta pun, hubungan seks bisa dilakukan. Itulah laki-laki.

Ternyata, ini berbeda dengan Rere. Awalnya hanya pemenuhan kebutuhan libido, tetapi lama kelamaan mulai tumbuh cinta. Ini adalah hubungan terlarang. Kenapa gadis metropolis masih terjebak dengan kalimat cinta? Sayang?

Kalimat itu, sebenarnya sudah lama dihapus dari kamus anak-anak metropolitan. Hubungan badan adalah hubungan badan yang bisa dilakukan kapan saja dan dengan siapa saja, tanpa harus ada landasan cinta. Semua bisa dan akan terjadi hanya karena dilandasi kebutuhan semata. Ada yang butuh seks, ada yang bisa jadi pasangan untuk membantu melakukan seks. Kedua pihak sama-sama senang, sama-sama suka. Just have fun.

Jadi ketika ada sebuah pertanyaan tentang apakah hubungan Rere selama ini karena ada rasa sayang? Itu adalah pertanyaan yang salah sasaran dan salah alamat. Tidak ada cinta dan tidak ada rasa sayang di sini. Yang ada adalah rasa saling membutuhkan akan sebuah kehangatan badan sesaat.

Setelah itu, masing-masing akan kembali pada kesibukan sendiri-sendiri. Karena semuanya serba masing-masing, sudah menjadi kewajaran kalau kondom menjadi peralatan utama. Sebagai pencegah HIV/AIDS, kehamilan dan juga ekses lain akibat sering ganti pasangan. Bukan hanya itu, di pihak cewek, antisipasi akan timbulnya kehamilan sudah menjadi menu utama.

Jangan bilang takut hamil. Jangan bilang takut patah hati atau putus cinta. Karena kehidupan remaja metropolis memang tidak pernah dilandasi cinta. Setelah say hello, saling menjajaki, ada kecocokan, bisa tidur bareng dan em-el. Setelah selesai atau bosan, tinggal bilang thank you and goodbye. Selesai.

Ternyata, Rere hanyalah gadis metropolis yang tanggung. Mau masuk ke dunia metropolis tapi kurang siap mental dan tidak sigap menghadapi ritme kehidupan Jakarta yang serba cepat dan gemerlap menyilaukan.

Ia terlalu pongah. Ia terlalu angkuh. Hanya karena ia merasa bisa membeli seorang laki-laki, ia merasa bisa membeli kehidupan seorang pria. Bahkan ia merasa bisa membeli cinta seorang pria. Semuanya terlanjur tertanam erat dalam jiwanya. Ia merasa ia telah memiliki sebuah cinta dari hubungan fun itu. Ia lupa, Jakarta tidak seperti alam pikirannya yang sempit dan picik.

Saat ia mendengar kebenaran yang ada, saat ia melihat kenyataan yang ada, dan saat ia harus berhadapan dengan gaya hidup serba instan di metropolitan, ia terhenyak. Ia kaget. Cinta yang ia rengkuh adalah sebuah fatamorgana. Tidak pernah ada sebuah cinta dalam hubungan antar manusia di Jakarta, apalagi dalam hubungan cowok cewek.

Ia merasa kehilangan semuanya, hartanya, waktunya, harga diri dan masa depannya. Semua sirna bersama hiruk pikuk kota Jakarta. Harapannya untuk memiliki sebuah cinta kasih kandas di tengah jalan. Ia marah. Ia galau. Ia putus asa. Bahkan ia pingin bunuh diri.

Tetesan air mata seperti menjadi saksi kehancuran hati dan perasaannya. Tapi apakah semua bisa menyelesaikan masalah? Ternyata tidak. Bahkan ketika jawaban itu dicari di ujung dunia sekalipun, jawaban itu tidak akan pernah ditemui.

Padahal jawabannya cuma ada satu dan berada di dalam relung hatinya. Sebuah keiklasan untuk menerima kenyataan akibat kebodohan sendiri, kerelaan melepas semua yang ada, keberanian menatap masa depan yang lebih baik, dan secara penuh terjun sebagai pemain drama kehidupan metropolitan.

"Jangan setengah-setengah kalau melakukan sesuatu. Jangan tanggung-tanggung kalau mau penjahat. Tapi juga jangan tanggung-tanggung kalau mau jadi ustad. Jakarta hanya butuh orang-orang yang keras dan akan menggilas yang setengah-setengah," kata seorang anak jalanan.***

(ririe di tanah abang)

Readmore ""

Jumat, 10 April 2009

Nyontreng Pulpen Kartun Warna Merah

ADA yang aneh dalam pemilihan anggota legislatif tahun 2009 ini. Pencontrengan menggunakan empat lembar kertas suara yang berukuran besar. Setiap lembar, isi dan gambarnya berbeda-beda. Bilik suara, berukuran kecil dan bisa dipastikan sesak. Tetapi ada yang ada dan tidak berubah, yaitu gambar pulpen warna merah dalam desain kartun. Itu dicontreng.


Memang gambar pulpen kartun warna merah itu seorang caleg? Atau loga sebuah partai politik? Bukan. Tetapi gambar pulpen kartun warna merah itu hanyalah gambar yang sengaja dipasang KPU untuk mengisi kekosongan kertas suara.

Posisinya, pada salah satu kertas suara ada di pojok kanan dan kiri bawah. Pada kertas lainnya, ada pada sisi agak tengah yang mengapit beberapa caleg pada urutan paling bawah.

Mungkin, dari semua caleg dan dari smeua parpol, yang tidak pernah melalukan money politic atau mengumbar janji-janji palsu, cuma si gambar pulpen kartun warna merah itu saja.

Pulpen kartu warna merah itu juga tidak peduli, apakah ia mau dicontreng atau tidak. Yang penting nongol. Dilihat banyak orang, diketahui banyak orang dan tentunya, terkenal. Soal menang atau kalah, ia sama sekali tidak peduli.

Yang menjadi pertanyaan, memangnya ada yang mencontreng si pulpen kartun merah ini? Ada!!! Ada? Ya, ada. Contohnya di TPS 039 Desa Mekarjaya, Kecamatan Sukmajaya, Kotamadya Depok.

Apa yang dipikirkan pulpen kartun merah ini sama seperti yang dikatakan temanku yang juga caleg dari Partai Golkar. Ia menduduki nomor urut 7 untuk daerah pemilihan Bojonegoro-Tuban, Jatim.

Ia tidak peduli apakah namanya ada yang mencontreng atau tidak. Mengapa ia tidak peduli? Karena ia yakin tidak terpilih. "Kalau ada yang nyontreng ya syukur, gak ada (yg nyontreng) juga gak papa,' katanya.

Waktu aku tanya, apakah ini sebuah indikasi bahwa kamu sudah mulai memasuki ambang kegilaan pascapemilu? Ia langsung tertawa ngakak. Nah, gila beneran nih, pikirku.

Ternyata, menurutnya, caleg menjadi gila setelah mengetahui menang atau kalah dalam pileg 2009, itu biasanya karena sudah keluar uang ratusan juta tetapi gagal. Atau yang sudah keluar uang besar dan terpilih, tetapi ia juga dikejar-kejar utang.

Kalau temenku ini gimana? Aku kan gak punya modal, boro-boro buat money politic, buat beli bensin dan jalan menemui konstituen saja gak punya. Ya, udah, kalau aku pasrah ya karena itu. Aku caleg miskin. ***

Readmore ""

Pemilihan Anggota Legislatif Lebih Rumit


JAM masih menunjukkan pukul 06.15 WIB, pada hari Kamis tanggal 9 April 2009. Aku juga masih santai sama keluarga sambil nonton film kartun pagi. Tiba-tiba, kami dikejutkan teriakan salam sambil menggoyang pintu pagar rumah. Ternyata, yang datang Kang Asep, salah seorang anggota panitia pemilihan suara pada Pemilu 2009.

Ia meminta agar aku secepatnya ke Tepat Pemungutan Suara (TPS) 039 Desa Mekarjaya, Sukmajaya, Depok, Jabar, karena sudah ditunggu seluruh panitia. Aku langsung mandi dan sarapan.

Benar juga. Di lokasi TPS yang jaraknya hanya beda satu gang atau sekitar 100 meter dari rumah, seluruh panitia yang terdiri dari B Santoso, Asep Rudiawan, Muhammad Ali, Sudarmaji, Agung dan Warman, serta dua orang anggota Hansip, sudah lengkap di TPS.

Lucunya lagi. Karena tadi tergesa-gesa, aku jadi lupa kalau harus pakai kemeja batik. Aku cuma pakai kemeja biasa. Maklum, jarang pakai batik. Karena didesak segera ganti kemeja, terpaksa aku ganti juga. Balik lagi ke rumah.

Dalam hitungan menit, aku sudah kembali lagi ke TPS dengan batik. Setelah itu, kita persiapkan segalnya, mulai dari ngecek kotak surat suara sampai disumpah. Wah, kayak pejabat, pakai sumpah segala. Tapi itulah urutannya.

Ternyata, pemilihan legislatif ini lebih rumit dibanding pemilihan gubernur. Kebetulan pada pilgub Jabar setahun sebelumnya, aku juga menjadi panitia.

Surat suara lebih besar, daftar caleg, bilik suara yang sempit, tinta celup jari yang mudah hilang warnanya, hingga ke laporan yang lebih banyak dan lebih rumit.

Kondisi ini ditambah dengan lembar rekapitulasi perhitungan yang lebih banyak. Secara otomatis, harus melibatkan personel yang lebih banyak. Masalah banyaknya partai, juga mengakibatkan semakin banyaknya saksi dari partai politik dan DPD.

Konsekuensi dari semua itu, panitia harus bisa melayani semua yang terlibat dengan baik. Supaya tidak ada masalah dan konflik di TPS. Tidak jarang, kita sebagai panitia juga harus membimbing pemilih dan mengajari kursus kilat mencoblos.

Pemilihan yang seharusnya dimulai sekitar pukul 07.30 WIB, karena banyaknya aturan main, pencontrengan baru bisa dimulai setelah pukul 08.00 WIB. Padahal, masyarakat yang akan mencontreng sudah mengantri sejak pukul 07.00 WIB.

Kesibukan selama pencontrengan, mulai dari penulisan nomor TPS, nama kelurahan, desa dan kotamaya serta daerah pemilihan, membuat kebutuhan waktu semakin banyak. Akhirnya, hingga pukul 12.00 WIB, merupakan waktu yang sangat sibuk. Istirahat satu jam benar-benar bisa dimanfaatkan untuk isoma dangan baik.

Perhitungan suara yang dimulai pukul 13.00 WIB, ternyata tidak bisa berjalan lancar. Mengapa? Karena banyak yang kita hitung, mulai partai hingga caleg yang nomor dan letaknya berbeda-beda. Sampai istirahat sholat Ashar, baru satu kotak suara yang bisa kita hitung.

Setelah itu, dilanjutkan pada kotak kedua hingga Maghrib. Kotak ke tiga dan keempat, ternyata baru selesai dihitung pada jam 22.00 WIB. Bayangkan, betapa capeknya.

Selesai?

Belum. Semua hasil harus direkap. Laporan harus dibuat. Beberapa rangkap dan semuanya harus lengkap. Tidak ada toleransi terhadap kesalahan sekecil apapun.

Akhirnya, pukul 24.30 WIB peprhitungan dan rekapitulasi selesai. Setelah memasukkan semua peralatan dan sisa-sisa laporan dan kembali menyegelnya dengan segel resmi yang memang menjadi kelengkapan panitia. Semuanya kita naikkan ke kendaraan yang akan membawa ke kantor kelurahan.

Siapa yang membawa ke Kantor Kelurahan? Memang ada panitia khusus yang didampingi anggota kepolisian dari polsek terdekat. Tapi karena sudah terlalu capek, biarkan itu menjadi tanggungjawab Ketua Panitia, Pak Santoso. Aku memilih pulang dan istirahat. Sampai rumah pukul 01.15 WIB.

Capek banget. Pasti ada yang ngomong, kan ada honornya... Memang, ada honornya. Rp 200 ribu. Cuma segitu? Ya, cuma segitu. Gak sesuai kan dengan capeknya yang harus kerja sekitar 24 jam. Nah lo... ***

Readmore ""

Rabu, 08 April 2009

Ternyata Teman-Temanku Banyak yang Nyaleg

AWALNYA, aku gak percaya kalu temanku yang satu ini jadi calon anggota legislatif (caleg) pada Pemilu 9 April 2009 besok. Kesannya aneh. Kok aneh? Ya gimana gak aneh, aku kan lama berteman sama dia, jadi aku tahu bagaimana pola pikirnya, tingkah lakunya dan juga style-nya.


Tapi itu bukan sebuah pembenaran atas kesangsian diriku atas kemampuannya. Mungkin dia berubah setelah nyaleg. Ya setidaknya, menjadi lebih baiklah. Gak kaayak dulu lagi. Dan yang bikin aneh lagi, dia bisa jadi caleg pada nomor urut sepuluh besar dari partai besar lagi. Daerah pemilihannnya (dapil)nya, juga keren. Di kota-kota besar di Jawa Timur.

Itulah perjuangan, katanya padaku. Gimana gak perjuangan, karena dia tidak peduli terpilih atau tidak. Dia juga tidak peduli, apakah ada yang nyontreng namaanya atau tidak. karena ia sadar, ia tidak mengenal konstituennya dan konstituennya juga tidak mengenal dirinya.

Kok aneh? Sebenarnya, itu bukan hal yang aneh. Biasa saja, karena banyak sekali kondisi seperti itu. Dan waktu keanehan itu aku tanyakan ke dia, dia enteng saja menjawab, "Aku kan gak tinggal di dapilku, jarak dapil sama tempat tinggalku juga lumayan jauh, 255 kilomeeter. Wajar kan kalu merek agak kenal aku dan aku jug agak kenal mereka.."

Nah lo, kalo gini, siapa yang gila?

Kisah temenku ini, jadi mengingatkan masa awal reformasi. Waktu itu gampang banget jadi anggota DPR RI, DPRD dan sejenisnya. Satu yang aku kenal, dan juga dikenal semua warga kampungku. Dia awalnya cuma seorang tukang sapu di sebuah pompa bensin swasta. Kalo gak salah lulusan SMA. Tiba-tiba jadi anggota DPRD. wah, ini asyik.
Pasti akan banyak yang menanyakan bagaimana tingkahnya setelah jadi DPR? Iya kan? Kalau soal itu, gak usah kita garap. Itu bukan kewenangan kita. Yang pasti, dia sering muncul di TV lokal dan gayanya selalu sama, dia dengan tampang garangnya berada di belakang nara sumber yang sedang diwawancarai.
(joe)

Readmore ""

Menunggu "Serangan Fajar" Pemilu

NAMANYA juga usaha. Jadi aku sekarang juga usaha. Gak tanggung-tanggung, usahaku sederhana saja, memanfaatkan visi misi para calon anggota legislatif (caleg) yang pingin menang pemilu dan bersedia main-main untuk memenangkan usahanya. Jadi klop kan. Caleg lagi berusaha memenangkan usahanya. Aku juga berusaha mendapatkan usahaku.

Apa sih yang dilakukan caleg di jam-jam sangat mendesak pencontrengan seperti ini? Macem-macemlah, ada yang sekedar mampir ke rumah warga, berhaha hihi, ketawa ketiwi sambil ngobrol di warung makan atau warung kopi. Tapi sebenarnya tujuannya hanya satu, contrenglah namaku pada pemilu ini.

Tapi bukan hanya itu yang kini dilakukan para caleg. Terutama besok pagi. Diyakini, pada jam-jam rawan, seperti habis sholat Shubuh pada hari Kamis tanggal 9 April 2009, akan ada "serangan fajar". Ini bukan serangan fajar seperti yang di sejarah lho. Ini serangan fajar pake tanda kutip.

Tim sukses para caleg nakal ini, biasanya akan mengetok pintu rumah-rumah warga yang sebagian besar masih tutupan karena dinginnya udara pagi. Mereka tanpa banyak bicara, tanpa banyak cing cong dan tanpa basa basi, langsung menyodorkan bungkusan atau amplop. Isinya? Kalo bungkusan, biasanya sembako. Tapi kalau amplop, jelas uang. Kalimat yang mereka sampaikan hanya singkat. "Ingat ya, contreng partai ini dan nomor caleg ini atas nama ini... Jangan yang lain,"

Itu saja. Setelah itu, tim kecil yang tersebar ini akan melanjutkan kisah door to door-nya dan dengan polaa serta gaya yang sama. Seperti sudah diprogram. Inilah yang sedang saya tunggu-tunggu.
(joe)

Readmore ""

Senin, 23 Februari 2009

ANGGOTA DEWAN YANG TERHORMAT

ADA yang aneh di dalam gedung DPR. Gedung itu, milik rakyat. Yang berada di dalam gedung itu, wakil rakyat. Jika kita menelisik arti kata wakil, berarti DPR adalah orang-orang yang mewakili rakyat Indonesia. Selama ini, anggota dewan itu selalu disebut dengan sebutan anggota dewan yang terhormat. Apa arti kata terhormat itu?


Terhormat adalah padan kata dari orang-orang atau pihak yang dihormati. Orang yang dihormati, biasanya karena ia memiliki sesuatu yang memang layak untuk dihormati. Berperilaku yang baik, bisa menjadi panutan dan tuntunan.

Namun yang terjadi di gedung DPR ada yang lain, nyeleneh, tidak wajar, dan arogan. Oknum-oknum yang menyandang gelar dewan yang terhormat, ada yang main mata, main gila, dan juga main pat gulipat, untuk kepentingan pribadi dan golongan mereka.

Mereka seperti tidak peduli dan masa bodoh dengan masyarakat yang diwakilinya. Makanya, masyarakat terhenyak kaget, saat mendengar berita penangkapan anggota dewan yang korupsi, berselingkuh, dan juga perbuatan melanggar hukum atau asusila lainnya yang dilakukan para anggota dewan yang terhormat.

Bahkan ada yang lebih gila lagi, mereka melakukan semua itu di dalam gedung wakil rakyat. Mereka berbuat semacam itu mengatasnamakan rakyat. Seperti itukah potret wakil rakyat kita?

Tidak semuanya seperti itu. Yang berlaku seperti itu, melanggar norma dan kaidah kebenaran, hanya segelintir oknum anggota dewan yang terhormat. Masih banyak yang memiliki rasa bela bangsa, bela negara dan juga bela masyarakat.

Kabar terbaru yang beredar dari gedung dewan yang terhormat, adalah PT Pertamina (Persero) meminta maaf ke Komisi VII DPR menyusul keluarnya surat keberatan atas berlangsungnya rapat dengar pendapat dengan Komisi tersebut.

Pasti timbul pertanyaan, ada apa sih?

Konflik ini berawal dari Dirut PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan yang tersinggung atas pernyataan anggota Komisi VII DPR yang menyamakan direksi Pertamina dengan petugas satuan pengamanan (satpam).

"Waktu itu, ada (anggota Komisi VII DPR) yang menghina direksi, sampai disamakan dengan satpam. Itu kan sudah diluar konteks," kata Karen.

Karen mengatakan, surat keberatan yang ditandatangani Sekretaris Perusahaan Pertamina Toharso itu merupakan sikap resmi Pertamina atas rekomendasi bidang hukum. Surat tertanggal 13 Februari 2009 yang ditujukan ke Ketua Komisi VII DPR tersebut mempersoalkan jalannya rapat tertanggal 10 Februari 2009.

Dalam surat itu, Pertamina keberatan dengan jalannya rapat yang menyimpang dari pokok bahasan awal yakni fungsi pengawasan, namun lebih mempersoalkan penunjukkan direksi Pertamina dan bahkan kelayakan direksi.

"Kami kecewa dengan jalannya rapat yang tidak sesuai tata tertib yang berlaku. Rapat tersebut bukan dengar pendapat, namun seperti mengadili jajaran direksi baru," tulis Toharso

Wakil Ketua Komisi VII DPR Sonny Keraf mengatakan, dirinya selaku ketua sidang pada rapat 10 Februari 2009 merasa tersinggung. "Saya kecewa, surat ini merupakan bentuk intervensi," katanya.

Komisi VII DPR merasa keberatan dengan surat Sekretaris Perusahaan PT Pertamina (Persero) Toharso yang berisi kekecewaan atas pertanyaan Komisi tersebut dalam rapat dengar pendapat pada 10 Februari 2009.

Kementerian Negara BUMN menilai penyampaian surat PT Pertamina kepada Komisi VII DPR-RI suatu tindakan yang positif untuk mengingatkan sesuatu hal, namun penyampaiannya saja yang mungkin salah.

"Pertamina kirim surat menurut saya itu mengingatkan sesuatu yang positif, kalau tersinggung saya tidak tahu," kata Menneg, Sofyan Djalil usai Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR, di Gedung MPR/DPR-RI, Senin, menanggapi surat Pertamina kepada DPR, tertanggal 13 Februari 2009 yang mempersoalkan jalannya rapat pada 10 Februari 2009 dengan Komisi VII.

Menurut Sofyan Djalil, sesungguhnya tidak ada niat Pertamina untuk melecehkan DPR, terutama Komisi VII.

"Mereka hanya menyampaikan sekitar perusahaan, barangkali cuma mengingatkan agar diskusi lebih produktif bukan soal pergantian atau proses penunjukan direksi. Tetapi mungkin juga sekretaris perusahaan tidak pada posisinya untuk mengatakan hal itu," ujar Sofyan.

Apalagi surat yang disampaikan ke Komisi VII itu diketahui Dirut Pertamina, berarti tidak ada masalah. DPR, ujar Sofyan Djalil, memiliki fungsi pengawasan oleh karena itu fungsi tersebut kita hargai.

Puncak dari semua perseteruan itu, Dirut Pertamina Karen Agustiawan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Senin mengatakan, pihaknya mengakui surat tersebut tidak sesuai mekanisme yang seharusnya.

"Surat memang tidak sesuai mekanisme, dan karenanya kami mohon maaf," katanya.

Permintaan maaf Karen tersebut mengakhiri perseteruan Pertamina dan Komisi VII DPR atas keluarnya surat yang ditandatangani Sekretaris Perusahaan Toharso tersebut.

Komisaris Utama Pertamina Sutanto mengatakan, pihaknya menyesalkan kesalahpahaman yang terjadi antara Pertamina dan Komisi VII DPR dan berharap ke depan tidak terulang lagi.

"Semua pihak ingin bekerja optimal, termasuk DPR yang ingin Pertamina berkembang dengan baik," katanya.

Menurut dia, pihaknya berharap permasalahan tersebut menjadi pembelajaran bagi semuanya.

Anggota Komisi VII DPR Tjatur Sapto Edy juga mengatakan, ke depan permasalahan tersebut tidak terulang lagi. "Orang yang meminta maaf dan mau memaafkan termasuk golongan orang mulia," katanya.

Wakil Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana juga mengatakan, permasalahan tersebut harus menjadi pembelajaran bagi semuanya dalam rapat-rapat mendatang.

Anggota Dewan lainnya, M Najib mengatakan, permasalahan tersebut memang mesti segera selesai, agar masing-masing pihak bisa bekerja lebih produktif lagi.

Terlepas dari semua itu, kita jadi ingat apa yang dikatakan mantan Presiden Abdurrahman Wahid soal anggota DPR yang disamakan dengan anak TK. (***)

Readmore ""

TIGA MINGGU YANG MELELAHKAN, NAMUN AKHIRNYA IA SEMBUH

BERITA kecelakaan yang disampaikan lewat short message service (SMS) di handphone-ku, tertanggal 31 Januari 2009, pada pukul 13.30 WIB. Namun waktu itu, aku baru membuka SMS sekitar pukul 15.30 WIB. Di SMS itu hanya dijelaskan, Nur kecelakaan dan sekarang dirawat di RS Cipondoh, Tangerang. Ternyata, ia dalam kondisi koma.


Nur adalah salah satu adikku yang berada di Jakarta. Ia bekerja sebagai salah satu tim supervisi terhadap pemasaran produk tertentu. Karena itu, dalam kesehariannya, ia harus menempuh perjalanan hingga 250 kilometer untuk mengetahui pasaran produk yang menjadi tanggungjawabnya.

Aku baru bisa mencapai rumah sakit sekitar pukul 19.00 WIB, karena jaraknya yang cukup jauh dari Depok dan aku masih harus mencari alamat rumah sakitnya.

Di rumah sakit, saat itu sudah ada suami dan keluarga dari pihal suaminya. Hampir semuanya ada. Sedang dari keluargaku hanya aku dan anakku, Deva. Tapi itu semua sudah cukup bagi kami. AKu mendapat kesempatan melihat dari dekat kondisi Nur. Ternyata ia tidak bisa bereaksi apa-apa.

Sejak kecelakaan pertama, ia dalam kondisi koma atau tidak sadarkan diri. Kondisi ini, berlangsung terus hingga tanggal 10 Februari 2009. Bayangkan, dalam kondisi koma selama 11 hari.

Selama dalam masa perawatan tiga hari pertama, aku terpaksa berbohong kepada ibu bapakku. Aku katakan kalau Nur dalam kondisi baik-baik saja. Yang mengetahui kondisi sebenarnya hanya Yani, adikku yang lain yang berada di Solo.

Namun firasat ibu mengatakan lain. Sebagai ibu, ia bisa merasakan bahwa Nur dalam kondisi yang tidak baik. AKhirnya, pada hari ke lima, ibu dan bapak diantar Edi (adikku), langsung menuju Tangerang. Mereka dijemput Mbak Atun dan suaminya yang kebetulan tinggal di Tangerang dan tidak jauh dari rumah sakit.

Dalam doa dan kasih sayang seorang ibu, Nur perlahan-lahan mulai menggerakkan anggota tubuhnya. Ia mulai sadar pada hari ke 11. Saat pertama kali ia berhasil membuka mata, wajah ibulah yang pertama kali dilihatnya. Hanya beberapa detik, setelah itu, kembali tertutup.

Ternyata, itu sinyal yang baik. Nur mulai menunjukkan kesehatan dan kesadaran. Perlahan-lahan, ia mulai menggerakkan anggota tubuh, dan bisa berbicara. Melihat perkembangan yang baik ini, kita semua menjaid bersyukur.

Ibu dan bapak akhirnya kembali ke Solo setelah dijemput Yani dan suaminya, Gito, dan Wisnu (anaknya). Dengan kereta api, mereka meninggalkan Jakarta pada hari Senin (16/2/2009).

Kabar yang lebih menggembirakan lagi, sekitar pukul 14.00 WIB pada Jumat (20/02/2009), Nur diizinkan dirawat di rumah. Ia akhirnya dibawa kembali ke rumah keluarga suaminya yang ada di Tangerang. Dengan perhitungan, terapi bisa dilakukan di sekitar rumah.

Dan kini, Edi, pada Senin (23/02/2009), kembali ke Solo. Kita seudah semakin tenang. Karena Nur sudah sembuh. Semoga. (jjj)

Readmore ""

Jumat, 20 Februari 2009

AKSI KEKERASAN DAN PREMANISME DI KEPOLISIAN


ADA yang menarik dari tayangan beberapa televisi tentang aksi kekerasan senior terhadap juniornya. Yang lebih menarik lagi, aksi kekerasan atau premanisme itu dilakukan oleh anggota polisi di dalam kompleks asrama polisi.

Polisi kan aparat hukum, kenapa berperilaku melanggar hukum? Ataukah kekerasan dan aksi premanisme seperti itu, sekarang ini, sudah bukan lagi pelanggaran hukum?



Bukan hanya itu pertanyaan yang mencuat ke permukaan, setelah melihat tayangan itu. Ada beberapa pertanyaan lain: Jika sesama anggota korp saja, anggota polisi bisa brutal seperti itu, bagaimana aksi mereka dengan orang di luar korp? Dengan masyarakat?

Lantas, mereka mendapat tugas mengganyang para preman jalanan. Sebenarnya, siapa yang preman? Apakah bisa, preman memberantas preman? Apakah kepolisian memang sudah menjadi lembaga preman?

Sepertinya, pertanyaan semacam itu wajar saja mencuat ke permukaan. Karena aksi ini dilakukan oleh anggota korp yang seharusnya menegakkan hukum. Ini adalah bentuk kekhawatiran masyarakat akan tindakan pelanggaran hukum yang mungkin terjadi.

Juga, sebuah kekhawatiran akan ditirunya aksi kebiadaban senior terhadap junior oleh lembaga pendidikan lain. Seperti di sekolah-sekolah. Ini semua akan menjadi sebuah pendidikan yang sama sekali tidak mendidik.

Mari kita simak tayangan aksi kekerasan itu. Dalam rekaman video berdurasi 4,30 menit itu diperkirakan terjadi pada 2007 di sebuah asrama polisi di Poboya, Kecamatan Palu Timur.

Dalam rekaman tersebut, nampak seorang anggota polisi yang sedang tidur kemudian dibangunkan secara paksa. Selanjutnya, enam anggota polisi lainnya yang merupakan seniornya menampar, memukul dan menendang korban.

Setelah puas melakukan aksinya, keenam oknum tersebut meninggalkan korban, seraya mengancam untuk tidak melaporkan kejadian tersebut.

Kapolda Sulteng Brigjen Pol Suparni Parto, menyatakan, rekaman video tersebut adalah rekayasa, sesuai pengakuan beberapa pelaku yang sudah diperiksa terlebih dahulu.

"Kami sudah memeriksa pelakunya. Jika ada unsur kesengajaan maka akan ditindak tegas sesuai hukum," katanya. Ia menambahkan, saat ini pihaknya telah memeriksa lima orang dari enam pelaku.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah/DPD asal Sulteng M Ichsan Loulembah, menyatakan, rekaman video kekerasan anggota polisi terhadap polisi lainnya yang beredar luas di masyarakat membuat citra kepolisian semakin buruk.

"Karena itu pihak berwenang harus mengusut kasus tersebut supaya tidak timbul dampak buruk di masyarakat yang makin mencoreng citra kepolisian," kata Ichsan Loulembah.

Dia juga mengimbau anggota polisi agar mampu mengendalikan emosinya karena mereka dalam kesehariannya langsung terjun di tengah masyarakat.

"Kekerasan harusnya menjadi benteng terakhir dari seorang aparat dan jangan diumbar sembarangan," kata Loulembah yang sangat menyayangkan kasus tersebut.

Setelah menyaksikan rekaman tersebut, dia menilai, kultur kekerasan masih sangat kuat tertanam di tubuh kepolisian, dan ulah itu harus segera dievaluasi oleh kepolisian sendiri.

Menanggapi bahwa rekaman tersebut adalah sebuah rekayasa, Loulembah mengatakan, "Jangan cepat menyimpulkan adegan itu adalah rekayasa karena tindakannya terlihat sangat nyata". (joe)

Readmore ""

Rabu, 18 Februari 2009

JAKSEL ZONA MERAH KEJAHATAN

JAKARTA: Wilayah Jakarta Selatan (Jaksel) dinilai merupakan daerah terawan pada pekan-pekan pertama Februari 2009. Kejahatan yang menonjol yaitu pencurian kendaraan bernotor dan street crime (kejahatan jalanan).



"Memang, peta kerawanan bisa berubah tiap pekan. Kalau bulan lalu Jakarta Utara, pekan-pekan sekarang Jakarta Selatan," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Wahyono kepada wartawan di Mapolda kemarin.

Kapolda, yang didampingi Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kombes M Iriawan dan Kabid Humas Zulkarnain, menyebut selama sepekan terakhir (5-12 Februari 2009), daerah Jaksel masuk zona merah di mana terjadi 146 kasus kriminal.

Kemudian diikuti Jakarta Barat sebanyak 144 kasus, Jakarta Utara 135 kasus, Jakarta Timur 131 kasus, dan wilayah Polres Metro Bekasi sebesar 99 kasus.

Dari data tersebut, terlihat Jakarta Utara yang awalnya dikategorikan zona merah, sekarang mampu meminimilasi angka kejahatan. Hal ini, kata Kapolda Metro Jaya, merupakan gejala postif karena berarti aparat di lapangan meningkatkan patroli kamtibmas.

Kapolda menambahkan, dalam pengungkapan kasus-kasus tersebut, dari total 1.071 kejadian dapat diselesaikan 573 atau sebesar 53,78 persen.

Dalam hal ini Polres Tangerang (kabupaten) merupakan urutan pertama dalam pengungkapan kasus, yaitu sebesar 90,57 persen dan kemudian diikuti Polres Bekasi (kabupaten) sebesar 67,21 persen dan Polres Depok mencapai 65 persen lebih.

"Tingginya angka kriminal di suatu wilayah bisa terjadi karena adanya pergeseran karakteristik kriminal dan adanya perubahan penindakan oleh polisi," ujarnya.

Ditambahkannya, berdasarkan jenis kejahatan yang paling menonjol dan dapat diungkap di wilayah hukum Polda Metro Jaya adalah kejahatan perjudian dari 32 kasus bisa diselesaikan 100 persen, disusul narkoba dari 118 kasus dapat diselesaikan 106 kasus. (sko)

Readmore ""

CALEG TERTANGKAP CURI MOTOR

JAKARTA: Meski menyandang status terhormat yaitu sebagai calon anggota legislatif (caleg), perbuatan HS (47) tidak layak ditiru. Caleg DPRD DKI Jakarta itu nyaris menjadi bulan-bulanan massa menyusul tertangkap tangan mencuri sepeda motor di Jalan Pemuda, Pulogadung, Jakarta Timur.



"Tersangka HS sekarang ditahan di Polsek Jatinegara. Saya tidak bisa menyebut asal partainya, tapi yang bersangkutan merupakan caleg DPRD DKI dengan nomor urut 10," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Zulkarnain Adinegara disela-sela jumpa pers kejahatan jalanan (street crime) di Jakarta, Senin.

Peristiwa memalukan itu terjadi di Jalan Pemuda Pulo Gadung Jakarta Timur, Minggu (15/2) sekitar pukul 17.00 WIB. HS tidak sendiri. Ia ditemani MS, anggota komplotan. Begitu mendapatkan sasaran, tersangka HS memberikan isyarat kepada tersangka MS untuk membawa motor Supra Fit B 6619 TCX milik pengunjung rumah makan Suharti.

Kedua tersangka lalu menuntun motor tersebut. Ketika baru sejauh 200 meter dari lokasi kejadian, tiba-tiba keduanya diteriaki maling. Pemilik kendaraan Jayus Sasongko minta warga sekitar menangkap kedua pencuri tersebut. Warga yang tanggap seketika langsung mengejar pelaku dan menangkap HS dan MS. Meski tidak babak belur, tersangka diamankan ke Pos Polisi setempat.

Menurut Zulkarnain, melihat modus operandinya, kedua tersangka belum biasa melakukan pencurian. Motifnya karena kesulitan ekonomi. Motor saat itu sedang tidak dikunci, lalu dibawa kabur oleh pelaku. Menurut Kapolsek mereka mencuri karena faktor ekonomi, bukan untuk kampanye," kata mantan Kapoltabes Aceh itu.

Sementara itu dalam paparan tentang operasi kejahatan jalanan dan premanisme, Polda Metro Jata dan jajaran polres menangkap 18.826 orang. Tapi setelah diperiksa, 16.225 orang dilepas karena tidak terbukti atau disalurkan untuk dibina. (sko)

Readmore ""

KASUS KEJAHATAN JALANAN TERUNGKAP

JAKARTA: Kepolisian Republik Indonesia sungguh-sungguh ingin membuktikan untuk memberantas kejahatan di jalanan (street crime) dan premanisme. Kemarin, Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri menegaskan, Polri telah mengungkap 4.572 kasus kejahatan di jalanan dan premanisme.



Menurut Kapolri, ribuan kasus tersebut merupakan hasil operasi yang digelar seluruh polda di Indonesia sejak 20 Januari hingga 12 Februari 2009.

Dari jumlah itu, Polri menjaring 13.150 orang sebagai tersangka. Namun, setelah diproses ditemukan 4.233 tersangka yang ditahan karena memenuhi unsur tindak pidana.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Abubakar Nataprawira menambahkan, ribuan kasus itu merupakan kejahatan copet atau jambret sebanyak 175 kasus, pemerasan atau premanisme 69 kasus, judi sebanyak 511 kasus, m
inuman keras 172 kasus, pencurian dengan kekerasan (curas) sebanyak 757 kasus, dan yang termasuk jenis kejahatan lain-lain sebanyak 2.620 kasus.

Dari operasi selama itu, kata Abubakar, polisi telah menyita barang bukti berupa uang rupiah sebesar Rp 1.984.890, senjata api sebanyak 16 pucuk, senjata tajam 239 buah, dan kendaraan bermotor sebanyak 353 buah. Selain itu, polisi juga berhasil menyita minuman keras sebanyak 29.632 botol, handphone sebanyak 422 buah, dan narkoba 690 buah, dan barang bukti yang termasuk kategori lain-lain sebanyak 14.844 buah.

Prestasi Tertinggi


Abubakar juga menjelaskan, prestasi tertinggi dalam menangani kasus kejahatan di jalanan dan premanisme masih dimiliki Polda Metro Jaya dengan jumlah kasus terbanyak, yaitu 868 kasus. Polda Metro Jaya berhasil menangkap 2.403 orang. Dari jumlah itu, sebanyak 487 orang ditahan Polda Metro Jaya dan sebanyak 916 orang dibina.

Polda kedua terbanyak yang berhasil mengungkap kejahatan di jalanan dan premanisme adalah Polda DIY, yaitu sebanyak 684 kasus. Dari 684 kasus ini polisi berhasil menangkap 2.260 orang, 375 ditahan dan 1.880 dibina.

Peringkat ketiga diraih Polda Jawa Tengah dengan 543 kasus. Dari jumlah itu, polisi berhasil menangkap 2.221 orang, menahan 382 orang dan 1.339 dibina. (sko)

Readmore ""

Selasa, 17 Februari 2009

NARKOBA, SENPI, DAN PEMAIN LAMA

JAKARTA: Polisi mengerebek sebuah rumah di Perumahan Taman Daan Mogot Baru, Jalan Gilimanuk blok LA Nomor 3 RT 2/RW 17, Kalideres, Jakarta Barat, Selasa (17/2) sore. Dari penggrebekan ini polisi berhasil menangkap empat tersangka kasus sabu, menyita 15 kg sabu beserta tiga jeriken, masing-masing berisi 5 liter sabu cair.



Polisi juga menyita barang bukti berupa 2 pucuk senjata api jenis gas dan 1 pucuk senjata api jenis colt 38, dan 2 pucuk senjata api laras panjang. Selain itu, disita pula peluru sebanyak 50 butir.

Berdasarkan keterangan Kepala Satuan Psikotropika Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Hendra Joni, penggerebekan dilakukan oleh tim gabungan Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya, Polres Jakbar, dan Badan Narkotika Nasional (BNN) pada sekitar pukul 16.00.

Dari keterangan para tersangka, polisi meluncur menggunakan empat mobil dinas menuju ke pabrik sabu yang beralamat di Perum Citra Raya Cikupa Blok B/11 Balaraja, Tangerang.

Dari sanalah kemudian penggerebekan mengarah ke sebuah rumah yang baru direnovasi dalam dua bulan terakhir di Kali Deres tersebut. Menurut warga, rumah tersebut diduga milik Joni alias Faruk alias Likuan. Hendra mengatakan, Joni terlibat dalam kasus produksi dan perdagangan sabu ini.

Sementara itu, pemilik rumah di Perumahan Taman Daan Mogot Baru, Lee Kwan belum bisa diketahui apakah terlibat atau tidak. Polisi hingga kini masih melakukan penggerebekan perumahan tersebut.

Penangkapan keempat DPO ini merupakan pengembangan dari penggerebekan pabrik shabu di Taman Mutiara Palem beberapa pekan lalu. Saat penggerebekan, polisi menahan 6 tersangka.

Salah satu pengungkapan kasus ini juga karena keberhasilan pengungkapan 'Malaikat Malam' yang membawa petugas ke lokasi. Setelah ditemukan, ternyata pabrik shabu tersebut berkedok warnet.(joe)

Readmore ""

GOLDEN CRESCENT DAN PERAN SINDIKAT NARKOBA AFRIKA BARAT

JAKARTA: Ternyata, telah terjadi pergeseran produsen dan juga pemasok narkoba di level internasional. Posisi golden traingle yang meliputi Thailan-Laos-Myanmar, kini memudar. Sebanyak 96 persen produk narkoba terbaru, ternyata dipasok dari golden crescent atau kawasan segitiga Afganistan-Iran-Pakistan.


Kenyataan ini diungkapkan konsultan ahli Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Pol (purn) Ahwil Luthan, dalam sebuah diskusi informal kejahatan narkoba di Jakarta, Senin (16/2).
Bahkan Ahwil menyebutkan, peranan 'Sindikat Afrika Barat' yang saat ini mendekam di penjara di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, sangat berpengaruh dalam peredaran narkoba di Indonesai dari pasokan golden crescent.
Menurut Ahwil, data 96 persen peredaran narkoba itu sesuai data Badan Dunia untuk Penanganan Kriminal dan Narkoba (UNODC) Asia Pasifik. Pergerakan sindikat dari golden crescent itu, terutama di Indonesia, saat ini sedang dalam pengawasan serius.
Selain dikendalikan pengedar asal Nigeria, sindikat ini dioperasikan sejumlah tersangka asal Afrika Selatan dan Kenya. "Heroin mereka disalurkan dari Afganistan, yang dikirim melalui India, lalu masuk Bangkok, kemudian melalui jalan darat ke Kuching, Malaysia, lantas masuk Indonesia lewat Pontianak," katanya.
Dalam aksinya, sindikat ini memilih menggunakan jalur darat karena kalau lewat bandara pengamanan lebih ketat. Sesampai di Indonesia, peredarannya kemudian dikendalikan dari Pulau Nusakambangan.(joe)

Readmore ""

Jumat, 06 Februari 2009

Berani Berubah Itu Perlu

Kemandegan suatu suasana, bisa menimbulkan permasalahan tersendiri. Karena itu, diperlukan keberanian untuk merubah situasi. Namun beranikah kita melakukan sebuah perubahan? Memang, ada pernyataan yang menyatakan bahwa berani berubah itu perlu. Yang menjadi permasalahan, untuk berubah diperlukan keberanian. Untuk menjadi berani, diperlukan berbagai perangkat, salah satunya, kesiapan mental menghadapi perubahan situasi dan efek-efek yang ditimbulkannya.

Saat ini, Crimenews akan melakukan sedikit perubahan. Baik dalam format bahasa, penampilan, maupun segmennya. Untuk segmen utama, crime tetap menjadi menu utamanya. Jika selama ini sesekali diselingi tata cara adegan seks sebagai bumbu bagi pembaca, kini akan ada lagi hal yang lain.

Lantas seperti apa perubahan itu? Inilah yang akan dihadirkan Crimenews dalam tampilan-tampilan berikutnya. Semoga, perubahan yang akan dilakukan redaksi Criemenews ini bisa menjadi wahana hijrahnya sebuah informasi yang lebih baik. Tentunya kita mengharapkan sesuatu yang baik bagi seluruh staf redaksi dan juga pembaca setia Crimenews. semoga

Readmore ""

Minggu, 04 Januari 2009

REFLEKSI REFORMASI POLRI

Hingga menjelang tahun 2009 ini, pemerintah Indonesia belum memiliki regulasi yang secara komprehensif menjadi arah dan pengaturan secara sistemik untuk menjamin terpeliharanya keamanan di dalam negeri. Regulasi-regulasi yang memberikan kewenangan dalam bidang keamanan kepada beberapa departemen, masih bersifat parsial.


Reformasi Polri yang berlangsung sejalan dengan reformasi di bidang politik, juga tampak belum terkait dengan fungsi-fungsi kepolisian lainnya. Secara umum bisa dikatakan, reformasi Polri baru menyentuh aspek instrumental dan aspek struktural secara terbatas, sedangkan aspek kultural masih dalam taraf mencari bentuk jati diri polisi sipil.

Di lingkungan Polri sendiri, timbul suatu dilema antara belum terkikisnya budaya militer dalam organisasi dengan trauma reposisi yang membayanginya. Trauma itu ialah kekhawatiran diterapkannya kebijakan mengorganisasikan Polri bersama TNI dalam kedudukan subordinasi atau dialihkannya posisi Polri tidak di bawah Presiden lagi, tetapi dalam suatu departemen tertentu.

Dalam kaitan ini, Polri cenderung kurang bersedia menerima kritik dari kalangan lembaga non-pemerintah, praktisi hukum, dan masyarakat sipil lainnya. Akibatnya, kiprah Polri seakan-akan lebih berpihak kepada pemerintah daripada masyarakat umum dengan dalih menjaga stabilitas keamanan untuk kepentingan negara.

Sejalan dengan reformasi, Polri telah melakukan perubahan dalam instrumental seperti: (1) pembentukan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) sesuai UU No 2/2002; (2) refisi 300 petunjuk pelaksaba/petunjuk teknis kepolisian; (3) perubahan doktrin/pedoman induk Polri; (4) menyusun grand strategik (Renstra Polri 25 tahun), di mana dalam jangka pendek (2005-2010) membangun trust building. Jangka menengah (2011-2015) membangun partnership/networking. Jangka panjang (2016-2025) membangun strive for excellence.

Dalam aspek struktural, telah: (1) membangun Polri sebagai lembaga non-departemen setingkat menteri; (2) menjadi mitra kerja DPR-RI; (3) menyusun sistem kepegawaian dalam manajemen tersendiri (UU No 43/1999); (4) menyusun struktur anggaran sebagai sektor sendiri; (5) pembenahan polisi berseragam dan tidak berseragam; (6) pengembangan satuan wilayah menjadi-piramida-flat; (7) pengembangan kepolisian daerah (polda) sebagai kesatuan induk penuh; (8) membangun titik pelayanan pada pengemban diskresi; (9) likuidasi satuan Brimob dalam struktur Polri; (10) memberdayakan Bintara dan Tamtama; (11) membangun kemandirian Polri dalam sistem ketatanegaraan, mandiri sebagai kekuatan bersenjata, mandiri dalam penyidikan pidana, mandiri dalam sistem otonomi daerah, mandiri dalam sistem politik.

Dalam aspek kultural telah meredifinisi: (1) Tri Brata, Catur Prasetia, Kode etik, Etika staf; (2) Filosofi pendidikan polisi; (3) Pedoman perilaku polisi; (4) lagu dan lambang polisi; mengubah (5) jati diri polisi melalui demiliterisasi, depolitisasi, desakralisasi, desentralisasi, defeodalisasi, dekorporitasi, debirokratisasi, de-otorisasi (budged); (6) membangun makam kehormatan anggota Polri sebagai usaha pemuliaan profesi; hingga (7) mengurangi kegiatan seremonial dan upacara (sumber Mabes Polri, 2004).

Melihat arah dan perubahan yang dilakukan Polri tersebut nampak ambigus dalam menyusun grand strategik (Renstra Polri 25 tahun). Untuk mencapai trust building tahun 2009 saja sangat meragukan, apalagi mencapai partnership/networking, dan strive for excellence. Juga upaya membangun kemandirian Polri.

Setelah 10 tahun reformasi, penampilan Polri saat ini jika dibanding dengan penampilan sewaktu masih bergabung dengan ABRI belum banyak berubah. Untuk itu perlu dilakukan pilihan fungsi secara rasional dalam reformasi Polri.

Di negara demokrasi, umumnya kepolisian melaksanakan fungsi pemeliharaan hukum dan ketertiban. Mengacu pada pandangan itu, pertanyaannya ialah, fungsi apakah yang selayaknya dilaksanakan Polri. Ada dua alasan mengapa pertanyaan ini perlu dilontarkan. Pertama, saat ini Polri tidak sekadar menjalankan fungsi pemeliharaan hukum dan ketertiban saja seperti yang biasanya melekat dalam institusi kepolisian di negara demokrasi.

Merujuk pasal 2 UU No 2/2002 tentang Polri, disebutkan bahwa di samping fungsi penegakan hukum dan ketertiban, Polri juga diberi wewenang menjalankan fungsi pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Kedua, adanya keraguan terhadap efektifitas polisi untuk melaksanakan keseluruhan fungsi tersebut. Dari pandangan sekilas memang tak ada masalah serius dengan pelaksanaan fungsi semacam itu. Namun jika dilakukan analisis lebih dalam, apa Polri memiliki kapasitas kelembagaan yang memadai untuk menjalankan seluruh fungsi yang dimandatkan UU No 2/2002 itu secara efektif?

Inti dari seluruh pertanyaan ini terletak pada adanya keyakinan bahwa institusi yang moderen adalah institusi yang memiliki "spesialisasi fungsi".

Awalnya, penetapan fungsi perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat terkait dengan tujuan membuat Polri lebih dekat dengan masyarakat. Meski demikian, ada keraguan bahwa tujuan ini akan dapat tercapai. Pembentukan citra polisi sebenarnya lebih banyak ditentukan perilaku polisi di lapangan. Realitas menentukan citra, bukan sebaliknya.

Selain itu, ada kekhawatiran, justru dengan menjalankan fungsi pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, polisi mendapatkan landasan dan penguatan hukum untuk melakukan kegiatan-kegiatan di luar fungsi utamanya.

Karena itu gagasan agar Polri memfokuskan pada pelaksanaan fungsi pemeliharan hukum dan ketertiban saja bukanlah tidak beralasan. Namun hal ini tidak mudah dilakukan.

Krisis keuangan yang melanda negeri ini tahun 1998, telah membatasi kemampuan seluruh institusi untuk menjalankan fungsinya secara efektif. Karena itu di bawah situasi semacam ini tampaknya lebih realistis bagi Polri untuk melaksanakan fungsi yang terbatas tetapi efektif.

Akhirnya, reformasi Polri merupakan penempatan peran dan kewenangannya sesuai kaidah demokrasi dan amanat konstitusi untuk memberikan jaminan hukum bagi pelaksananya dalam menjalankan tugas. Di samping itu, reformasi Polri juga ditentukan kebijakan dari otoritas politik beserta segenap perangkat politiknya, serta kesadaran dan pemahaman elite Polri sendiri akan kemampuannya. Karena itu reformasi Polri ke depan akan sangat ditentukan kemauan politik dan komitmen Polri dalam merumuskan strategi pencapaiannya. (Bambang Widodo Umar)

Bambang Widodo Umar*
*Penulis adalah pengajar program pascasarjana Kajian Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia (KIK-UI)

Readmore ""