BAGI kalangan "pendekar dunia persilatan 303 atau perjudian" di Pekanbaru, Riau, peranan oknum korp berseragam coklat-coklat dalam mengamankan jalannya "bisnis" mereka, sudah menjadi kewajiban.
Dan bukan rahasia lagi, setiap anggota korp itu, mulai dari yang berpangkat Bhayangkara II (Bharada) hingga jenderal, menerima bagi hasil sebagai uang pengamanan.
Dan juga bukan rahasia, kalau yang menerima uang keamanan itu hampir semua aparat keamanan dan aparat pemerintah. Karena semuanya ikut "mengamankan" jalannya bisnis ini.
Karena kemampuan "pendekar 303" itu dalam menggalang kekuatan pengamanan ini, geliat bisnis bisa berjalan lancar, meski pun pejabat keamanan selalu berganti dalam hitungan tahun.
Meski harus ada uang ekstra, karena harus tetap menservice pejabat yang meninggalkan pos lama dan menjamin pejabat di pos baru, para bandar tidak akan merasakan pundi-pundi penghasilan mereka menyusut.
Semua trik dan cara akan tetap dijalankan para "pendekar 303" ini untuk tetap menjalankan bisnis haram di Bumi Lancang Kuning ini.
Dan akhirnya, DH yang selama ini menjadi bos besar 303 di Riau memilih "tiarap" dan tidak menjalankan bisnisnya, sejak Kapolri yang waktu itu masih dijabat Jenderal Pol Sutanto, menyatakan perang dengan perjudian.
Waktu itu, Brigjen Pol S Damanhuri yang menjabat Kapolda Riau, memimpin penggerebekan terhadap markas judi yang diduga milik DH pada Rabu 20 Juli 2005. Polisi berhasil menyita 1.200 mesin jackpot di Mal
Pekanbaru, Jalan Teuku Umar. Polisi juga menemukan sejumlah mesin jackpot di lantai 4 Plaza Suzuya. Di tempat ini DH memakai kedok karaoke.
Sejak penggerebekan itu, arena judi bola tangkas dan jackpot milik DH itu memang tidak lagi beroperasi. Kegiatannya tutup total. Sayangnya, DH bebas berkeliaran.
Nama DH tidak pernah lagi terdengar di blantika persilatan 303. Namun DH "mengirim" orang kepercayaannya, Cindra Wijaya (45) alias Acin, untuk melanjutkan dinasti perjudiannya di kawasan Riau.
Jika mau jujur, nama Acin juga bukan nama baru di dunia gelap perjudian di Indonesia. Karena ini begitu dekat dengan DH. Terlepas dari semua itu, sosok Acin mampu mewujudkan mimpi DH dari pertapaannya, mengibarkan bendera judi di Riau.
Bukan hanya itu, Acin juga membuka perjudian sie jie alias togel dengan kekuasaaan meliputi wilayah Sumatera dengan omzet minimal Rp 3 miliar sehari.
Pada saat bendera Acin mulai berkibar, Damanhuri tak lagi menjabat sebagai Kapolda Riau. Posisinya digantikan oleh Brigjen Pol Ito Sumardi pada akhir tahun 2005. Sedangkan posisi Kapoltabes Pekanbaru diisi oleh Kombes James Umbo.
Ketika menjabat orang nomor 1 di Polda Riau, Ito memang sempat memerangi perjudian. Setidaknya ada 141 kasus judi dan 139 tersangka yang ditangani. Namun sayangnya, lagi-lagi tidak ada bandar kakap yang terjaring, termasuk Acin.
Bisnis judi Acin disinyalir tetap melenggang hingga Ito mendapat promosi jabatan sebagai Kapolda Sumatera Selatan dengan pangkat Irjen Pol.
Jabatan Kapolda Riau yang ditinggalkan Ito kemudian diisi oleh Brigjen Pol Sutjiptadi. Sedangkan Kapoltabes Pekanbaru dipegang Kombes Syafril Nursal dengan Kasat Reskim, AKP Truno Yudo. Pada awal tahun 2008, Truno Yudo naik pangkat Kompol dan mendapat jabatan Wakapolres Bengkalis.
Sama seperti di era Ito, saat Sutjiptadi menjabat sebagai Kapolda Riau pun bisnis haram Acin tidak terusik. Acin tetap bisa leluasa menggelar bisnis judinya dengan omzet luar biasa besarnya.
Batu sandungan bagi Acin baru datang ketika Sutjiptadi digantikan oleh Brigjen Pol Hadiatmoko. Pada Oktober 2008, sarang perjudian Acin di Jalan Tanjung Datuk digerebek.
Polisi menyita ratusan nomor rekening milik Acin dan menetapkan Acin serta puluhan anggota komplotannya sebagai tersangka. Sepak terjang Acin kini terhenti di sel tahanan Polda Riau. (Joe/berbagai sumber)