Selasa, 02 Desember 2008

UANG ITU MENGALIR DARI BHARADA HINGGA JENDERAL

BAGI kalangan "pendekar dunia persilatan 303 atau perjudian" di Pekanbaru, Riau, peranan oknum korp berseragam coklat-coklat dalam mengamankan jalannya "bisnis" mereka, sudah menjadi kewajiban.
Dan bukan rahasia lagi, setiap anggota korp itu, mulai dari yang berpangkat Bhayangkara II (Bharada) hingga jenderal, menerima bagi hasil sebagai uang pengamanan.
Dan juga bukan rahasia, kalau yang menerima uang keamanan itu hampir semua aparat keamanan dan aparat pemerintah. Karena semuanya ikut "mengamankan" jalannya bisnis ini.
Karena kemampuan "pendekar 303" itu dalam menggalang kekuatan pengamanan ini, geliat bisnis bisa berjalan lancar, meski pun pejabat keamanan selalu berganti dalam hitungan tahun.

Meski harus ada uang ekstra, karena harus tetap menservice pejabat yang meninggalkan pos lama dan menjamin pejabat di pos baru, para bandar tidak akan merasakan pundi-pundi penghasilan mereka menyusut.

Semua trik dan cara akan tetap dijalankan para "pendekar 303" ini untuk tetap menjalankan bisnis haram di Bumi Lancang Kuning ini.

Dan akhirnya, DH yang selama ini menjadi bos besar 303 di Riau memilih "tiarap" dan tidak menjalankan bisnisnya, sejak Kapolri yang waktu itu masih dijabat Jenderal Pol Sutanto, menyatakan perang dengan perjudian.

Waktu itu, Brigjen Pol S Damanhuri yang menjabat Kapolda Riau, memimpin penggerebekan terhadap markas judi yang diduga milik DH pada Rabu 20 Juli 2005. Polisi berhasil menyita 1.200 mesin jackpot di Mal
Pekanbaru, Jalan Teuku Umar. Polisi juga menemukan sejumlah mesin jackpot di lantai 4 Plaza Suzuya. Di tempat ini DH memakai kedok karaoke.
Sejak penggerebekan itu, arena judi bola tangkas dan jackpot milik DH itu memang tidak lagi beroperasi. Kegiatannya tutup total. Sayangnya, DH bebas berkeliaran.
Nama DH tidak pernah lagi terdengar di blantika persilatan 303. Namun DH "mengirim" orang kepercayaannya, Cindra Wijaya (45) alias Acin, untuk melanjutkan dinasti perjudiannya di kawasan Riau.
Jika mau jujur, nama Acin juga bukan nama baru di dunia gelap perjudian di Indonesia. Karena ini begitu dekat dengan DH. Terlepas dari semua itu, sosok Acin mampu mewujudkan mimpi DH dari pertapaannya, mengibarkan bendera judi di Riau.

Bukan hanya itu, Acin juga membuka perjudian sie jie alias togel dengan kekuasaaan meliputi wilayah Sumatera dengan omzet minimal Rp 3 miliar sehari.

Pada saat bendera Acin mulai berkibar, Damanhuri tak lagi menjabat sebagai Kapolda Riau. Posisinya digantikan oleh Brigjen Pol Ito Sumardi pada akhir tahun 2005. Sedangkan posisi Kapoltabes Pekanbaru diisi oleh Kombes James Umbo.

Ketika menjabat orang nomor 1 di Polda Riau, Ito memang sempat memerangi perjudian. Setidaknya ada 141 kasus judi dan 139 tersangka yang ditangani. Namun sayangnya, lagi-lagi tidak ada bandar kakap yang terjaring, termasuk Acin.

Bisnis judi Acin disinyalir tetap melenggang hingga Ito mendapat promosi jabatan sebagai Kapolda Sumatera Selatan dengan pangkat Irjen Pol.

Jabatan Kapolda Riau yang ditinggalkan Ito kemudian diisi oleh Brigjen Pol Sutjiptadi. Sedangkan Kapoltabes Pekanbaru dipegang Kombes Syafril Nursal dengan Kasat Reskim, AKP Truno Yudo. Pada awal tahun 2008, Truno Yudo naik pangkat Kompol dan mendapat jabatan Wakapolres Bengkalis.

Sama seperti di era Ito, saat Sutjiptadi menjabat sebagai Kapolda Riau pun bisnis haram Acin tidak terusik. Acin tetap bisa leluasa menggelar bisnis judinya dengan omzet luar biasa besarnya.

Batu sandungan bagi Acin baru datang ketika Sutjiptadi digantikan oleh Brigjen Pol Hadiatmoko. Pada Oktober 2008, sarang perjudian Acin di Jalan Tanjung Datuk digerebek.
Polisi menyita ratusan nomor rekening milik Acin dan menetapkan Acin serta puluhan anggota komplotannya sebagai tersangka. Sepak terjang Acin kini terhenti di sel tahanan Polda Riau. (Joe/berbagai sumber)

Readmore ""

MENGAPA NAMA-NAMA "PAGAR MAKAN TANAMAN" ITU TIDAK DIUNGKAP?


BERBAGAI desakan dialamatkan kepada Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri agar segera menyebutkan nama-nama jenderal polisi yang terlibat sebagai beking judi di Riau.

Desakan itu antara lain disampaikan Ketua DPR Agung Laksono. Ia meminta Kapolri Bambang Hendarso Danuri tidak ragu-ragu menindak 6 perwira tinggi (pati) Polri tersebut dan meminta Polri segera mengumumkan nama oknum kepolisian tersebut.

"Saya minta pemberantasan judi diteruskan, Kapolri jangan ragu-ragu. Kalau ada yang mem-backing harus segera dibuka," katanya, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (2/12/2008).

Ia meminta, Mabes Polri secepatnya mengungkapkan dugaan keterlibatan jenderal polisi sebagai beking judi itu ke masyarakat. "Jangan lama-lama dibiarkan tidak jelas, secepatnya diumumkan," pintanya.

Segera diungkapnya nama-nama jenderal polisi tersebut, kata Agung, dapat memberi jawaban kepada masyarakat yang selama ini bertanya-tanya, siapa 6 oknum itu.

Desakan juga disampaikan Ketua FPDIP Tjahjo Kumolo. Menurutnya, janji Kapolri saat dilakukan fit and proper test, awalnya adalah pembenahan ke dalam tubuh Polri, dan itu patut kita dukung. Termasuk penyebutan (nama) dan tindakan terhadap perwira tinggi Polri juga bagian dari janji tersebut.

Pendisiplinan terhadap perwira tinggi dan menengah oleh Kapolri, lanjut Tjahjo, sangat diperlukan untuk membenahi struktur hirarkis komando sampai tingkat bawah. "Dengan demikian, enak bagi setingkat kapolsek dan kapolres untuk menindak satuan-satuan di bawahnya," katanya.

Menurutnya, anggota FPDIP di Komisi III akan menanyakan 6 nama jenderal yang diduga terlibat. Atau bisa saja diungkapkan dalam raker Komisi III.

Desakan lain, disuarakan Neta S Pane dari Indonesian Police Watch (IPW). Menurutnya, sikap diam dan tidak transparannya Kapolri terhadap identitas para kapolda dan wakapolda yang diduga terlibat sebagai beking judi di Riau, merupakan langkah keliru.

Menurutnya, demi menimbulkan efek jera, seharusnya Mabes Polri mengumumkan saja keenam nama jenderal tersebut. Jika ini tidak disampaikan, ada kesan Mabes Polri setengah hati dan melindungi para jenderal nakal.

Berkaca pada kasus-kasus sebelumnya, Polri selalu menutupi anggotanya yang terlibat tindak pidana. Neta mengkhawatirkan, jika tidak diungkap, kasus ini akan tenggelam seperti kasus lainnya. "Dengan bersikap seperti ini, IPW khawatir akan di-peti es-kan," katanya.

Namun Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komjen Pol Yusuf Manggabarani, menegaskan, identitas para jenderal itu lebih dibutuhkan institusi Polri dari pada wartawan.

Penyebutan dugaan keterlibatan 3 kapolda dan 3 wakapolda yang pernah menjabat di Riau pada era 2005 hingga 2008, membuat Irjen Pol Ito Sumardi memberikan komentarnya.

Ito Sumardi, seperti dikutip detik.com, membantah dirinya menjadi beking judi di Riau. Walau pernah menjabat sebagai Kapolda di provinsi itu, dia mengaku tidak pernah menerima sepeser pun setoran dari para bandar judi.

"Saya pernah bertugas di Timor-Timur, Aceh, dan Papua. Masa kemudian saya melacurkan diri, itu hukumnya haram," kata Ito, yang kini menjabat sebagai Kapolda Sumsel.

Ito yang kini berpangkat Inspektur Jenderal Polisi atau berbintang dua ini, dilantik sebagai Kapolda Riau pada Desember 2005 dan menjabat hingga akhir 2006.

"Demi Allah saya tidak tahu, itu karangan. Waktu jadi Kapolda Riau saya memberantas judi dan illegal logging. Masa saya main-main di sana dan kemudian dapat bintang dua," tambahnya.

Lebih lanjut Ito menjelaskan saat dia bertugas ada 141 kasus judi dan 139 tersangka yang diproses. Dirinya juga mempersilakan kepada tersangka judi togel yang beromzet miliaran yang telah ditangkap yang bernama Acin, apakah kenal dirinya atau tidak. (Joe)


Readmore ""

KE KANTONG SIAPA UANG "303" ITU MENGALIR?


TERNYATA, genderang perang yang ditabuh pimpinan mantan Kapolri Jenderal Pol Sutanto dari markas besarnya di Jalan Trunojoyo 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (Jaksel), tidak diindahkan seluruh anggota korp berseragam coklat-coklat itu.

Beberapa daerah, seperti Riau, diam-diam tetap menggelar kegiatan 303 atau judi dalam istilah di kalangan anggota polisi. Penyebutan 303 ini, merujuk pasal KUHP yang melarang dan pemberian sanksi terkait kasus perjudian.

Di provinsi yang sebagian besar wilayahnya berupa lautan dan kepulauan itu, judi bukan hanya satu lokasi. Namun beberapa lokasi sekaligus menggelar pesta uang.

Disinyalir, pemain dalam judi itu banyak melibatkan orang-orang dari Jakarta dan pemain asing yang bermarkas di Singapura. Perputaran uang bukan hanya dalam bentuk rupiah, namun juga dolar Singapura, Ringgit, dan juga dolar AS.

Aksi ini merebak sejak tahun 2001 hingga 2008 ini. Jika kita hitung masa waktu digelarnya perjudian itu sejak dinyatakan dilarang oleh kepolisia pada Agustus 2005 hingga 2008, berarti tiga tahun sudah perjudian ini beroperasi secara diam-diam.

Dalam kurun waktu tiga tahun atau lebih kurang 1.095 hari, perputaran uang dari meja judi dan permainan itu diperkirakan mencapai triliunan rupiah, karena omzet per hari mencapai Rp 3 miliar.

Dan bisa dipastikan, perputaran uang haram itu bukan hanya di kalangan cukong atau bos dan bandar judi. Namun bisa dipastikan juga mengalir ke kantong-kantong pejabat keamanan dan aparat pemerintah.

Lantas, ke kantong siapa saja uang-uang itu mengalir? Ke rekening siapa saja uang-uang itu ditransfer? Pejabat Polri siapa saja dan berpangkat apa saja yang terlibat?

3 Kapolda

Ternyata, Mabes Polri tidak menghentikan perang terhadap perjudian. Bahkan di awal-awal kekuasaan Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri ini, perjudian skala besar di Indonesia diungkap.

BHD, demikian Bambang Hendarso Danuri biasa disapa di kalangan kepolisian ini, langsung memerintahkan Inspektur Pengawasan Umum Mabes (Irwasum) Polri Komjen Pol Jusuf Manggabarani, melakukan pemeriksaan intensif.

Mencari alur perjalanan transfer uang dari kantong satu perwira menengah (pamen) ke kantong pamen lainnya. Bahkan aliran yang menuju kantong jenderal juga diobok-obok.

Tidak tanggung-tanggung, enam perwira tinggi (pati) Polri diduga terkait sebagai beking judi di Riau. Kini mereka diperiksa secara intensif dan tertutup.

Namun sejauh ini, identitas para jenderal bintang satu dan bintang dua yang jadi beking perjudian ini masih dirahasiakan. Yang jelas, ada 3 kapolda dan 3 wakapolda yang dulunya masih berpangkat komisaris besar dan menjabat di Riau.

"Mereka harus mempertanggungjawabkan sejauh mana yang sudah dilakukannya itu," kata Irwasum Polri Komjen Pol Jusuf Manggabarani, usai acara ulang tahun Direktorat Polisi Air ke-58 di Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (1/12/2008).

Padahal, lanjut mantan Kapolda Sulawesi Selatan (Sulsel) ini, perang terhadap judi telah dinyatakan sejak Agustus 2005 lalu. (Joe)


Readmore ""