Sukses kadang datang tidak terduga. Itulah yang terjadi saat ini. Saat Direktorat Narkoba Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengendus sindikat narkoba, tim ini menemukan sindikat baru pemalsu kartu kredit.
Tidak tanggung-tanggung, ternyata jaringan ini adalah sindikat internasional yang telah lama beroperasi. Jaringan mereka sangat rapi, kuat dan didukung teknologi canggih. Bahkan mereka sanggup 'membeli' data ke orang dalam perbankan untuk mendapatkan data-data penting.
Tidak tanggung-tanggung, ternyata jaringan ini adalah sindikat internasional yang telah lama beroperasi. Jaringan mereka sangat rapi, kuat dan didukung teknologi canggih. Bahkan mereka sanggup 'membeli' data ke orang dalam perbankan untuk mendapatkan data-data penting.
Pengungkapan ini, bukan saja menggembirakan bagi dunia perbankan, karena terselamatkan dari kebobolan penggunaan kartu kredit palsu. Tetapi juga masyarakat yang memiliki kartu kredit. Karena tagihan fiktif bisa dihindarkan. Dari sudut pandang dunia internasional, kesuksesan ini menjadi satu nilai tambah bagi Polri dan nama baik bangsa. Karena selama ini Indonesia dikenal sebagai surganya pemalsuan segala jenis barang, termasuk kartu kredit.
Pengungkapan ini, sekaligus mengungkap banyaknya pembobolan kartu kredit dan upaya penyelamatan kartu kredit yang sedang dan akan ditempuh dunia perbankan.
Berdasarkan data, selama tahun 2007, jumlah kartu kredit di Indonesia sebanyak 9,1 juta kartu dengan nilai transaksi Rp 72 triliun. Nilai ini terjadi dalam 246 juta transaksi atau 246 transaksi per menit. Kerugian akibat pemalsuan kartu kredit, ternyata tidak kecil. Sepanjang tahun 2007, kerugian akibat pemalsuan kartu kredit diperkirakan mencapai Rp 35 miliar.
Namun angka ini menjadi terasa kecil, jika kita bandingkan nama besar Indonesia. Seperti diungkapkan, anggota Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional, Jos Luhukay, Indonesia merupakan salah negara yang paling rawan pemalsuan kartu kredit. Stigma negatif, sudah begitu melekat bagi bangsa Indonesia.
Indonesia adalah bagian dari kartel pemalsu kartu kredit internasional. "Kita (Indonesia) menjadi daerah yang empuk, karena belum adanya undang-undang mengenai transaksi elektronik," katanya.
Namun, apakah perangkat lunak seperti undang-undang bisa mengeliminir tindak kejahatan transaksi menggunakan kartu kredit? Secara hukum, memang mampu mengeliminir. Namun dari sisi teknis, teknologi akan memegang peranan penting.
Sesuai Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 51/2005 tentang Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK), setiap Bank/Institusi penerbit kartu kredit/debit diwajibkan untuk mengaplikasikan teknologi smart card/chip card untuk setiap penerbitan/penggantian kartu per tanggal 1 September 2006.
Peraturan ini, cukup menyulitkan kalangan perbankan, selain "deadline" yang pendek juga butuh investasi yang tidak murah. Namun pengungkapan Polri dalam pemalsuan kartu kredit, membuat perbankan lebih mempercepat speed penggantian kartu itu. Dari pada mereka kebobolan lebih banyak lagi.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Miranda S Goeltom, menyarankan agar perbankan lebih berhati-hati dan mempercepat perubahan dari kartu jenis magnetik ke kartu chip.
"Walaupun Peraturan BI memberi batas waktu hingga 2010, kita minta agar perubahan itu dipercepat, karena hinggga saat ini belum semua bank menggunakan jenis chip. Ini memang ada biayanya. Namun ini demi keamanan lebih jauh lagi," kata Miranda.
Ketua Dewan Eksekutif Asosiasi Penyelenggara Kartu Kredit Indonesia (APKKI), Wiweko Probojakti, menambahkan, semua kartu kredit yang diterbitkan oleh penyelanggara kartu di Indonesia akan dilengkapi dengan chip card untuk mencegah terjadinya kartu kredit palsu.
Chip yang akan dipasang di kartu kredit itu, diyakini akan dapat mengurangi kasus pembobolan kartu kredit dengan menggunakan kartu kredit palsu. "Chip yang dipakai tidak bisa ditembus (oleh para pembobol kartu kredit). Ini yang membedakan kartu kredit saat ini dimana kartu kredit tidak memakai chip, sehingga susah membedakan mana yang asli dan mana yang palsu," katanya.
Untuk mendukung perubahan kartu itu,sekaligus mengamankan dari pembobolan penggunaan kartu kredit palsu, PT Bank BNI Tbk (Bank BNI) akan mengeluarkan dana 12 juta dolar AS atau Rp 1,09 triliun (untuk kurs Rp 9.100 per dolar AS) untuk penggantian kartu kredit dari gesek ke bentuk chip.
"Sekitar 2 juta dolar untuk penggantian kartunya dan 10 juta dolar AS untuk untuk penggantian 20.000 elektronik data card (EDC/alat gesek)," kata Manajer Umum Divisi Kartu Kredit, Sahala Oloan Manik.
Diakuinya, penggantian tersebut untuk meningkatkan sistem keamanan kartu kredit dengan menambahkan early detection unit (unit deteksi awal) untuk kartu yang mencurigakan sehingga diharapkan mampu mencegah pemalsuan kartu kredit secara optimal.
Sedang PT Bank Mandiri Tbk, hingga tahun 2010, mengalokasikan dana sekitar 25-30 juta dolar AS untuk merampungkan peningkatan (upgrade) sistem teknologi "smart card/chip card."
Menurut Direktur Teknologi dan Operasi Bank Mandiri, Sasmita, peningkatan teknologi demi keamanan transaksi, dan memperluas jumlah penerima atau mitra (merchant) kartu kredit Mandiri hingga di tingkat internasional. Namun apakah penggantian kartu gesek menjadi chip ini dipastikan aman, menurut Jos Luhukay, penggunaan kartu kredit ber-chip tidak telalu efektif mengurangi tindak pemalsuan kartu kredit.
"Itu tidak bisa menjadi obat pemalsuan kartu kredit karena dalam dunia teknologi pasti akan ada gagasan baru untuk menjebolnya (kartu kredit-Red)," katanya. Dengan kondisi tersebut, lanjut Jos, perbankan diminta untuk dapat lebih mempertinggi kontrol terhadap keamanan dan transaksi keuangan melalui elektronik.
Menurutnya, kasus pemalsuan kartu kredit merupakan salah satu dampak dari penggunaan sistem pembayaran secara electronik. Selain itu, Jos menilai, penggunaan kredit itu sebagai salah satu bagian dari strategi bank untuk mengalihkan sebagian tanggung jawabnya mengenai kesahihan transaksi sehingga menjadi tanggung jawab nasabah.
"Kalau kita ke ATM transaksi bisa dilakukan secara langsung. Begitu pula jika menggunakan internet. Hal ini berbeda jika kita melakukan transaksi di teller bank, itu akan ditanyakan mengenai identitas, seperti kartu tanda pengenal," katanya.
Jos mengatakan, beberapa bank sudah menerapkan tindakan pengawasan yang cukup ketat terhadap penggunaan kartu kredit. Tindakan yang dilakukan di antaranya melakukan konfirmasi kepada nasabah jika terdapat transaksi yang cukup besar.
Terlepas dari semua itu, tiga orang karyawan bank di Jakarta dan Medan telah ditangkap jajaran Bareskrim Polri, terkait kasus pemalsuan kartu kredit. Pada saat yang sama, polisi juga menangkap satu orang lain yang juga terkait langsung dalam kasus ini. Pegawai bank ini diduga menjual data-data kepemilkan kartu kredit kepada para sindikat pemalsu kartu kredit. Tersangka juga diyakini mampu membobol data bank lain untuk mendapatkan data yang mereka inginkan.
Menurut Direktur Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Pol Indradi Thanos, penangkapan ini merupakan pengembangan kasus sebelumnya. Thanos menambahkan, penangkapan yang dipimpim Kombes Pol Amrozi dilakukan di dua lokasi yakni tersangka Lilik yang menjabat sebagai manager accounting sebuah bank swasta di Medan.
Penangkapan Lilik dilakukan di Medan. Sedangkan anak buah Lilik masing-masing Titik dan Wili, pegawai bank di Jakarta dan Roy, tertangkap di Jakarta. Dari pengakuan tersangka, ada kelompok pemalsu kartu kredit lainnya yang sering membeli data dari para pegawai bank itu. "Kelompok ini berani membeli data dengan harga tinggi," katanya.
Informasi di Mabes Polri menyebutkan, para tersangka dengan kemampuan informasi teknologi (IT) dan kewenangannya di bank tempat mereka bekerja, bisa mendapatkan akses untuk mengetahui data-data pemegang kartu kredit.
Tersangka selanjutnya membuat copy atau duplikasi data dari beberapa bank yang ia simpan. Sehingga saat permintaan datang, tersangka tinggal melakukan tawar menawar harga. Sindikat pemalsu kartu kredit ini berani memberi hingga ratusan juta.
Wakil Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Pol Anton Bachrul Alam, mengungkapkan, penyidik terus mengembangkan kasus ini hingga tuntas. "Kita tengah dalami, apakah mereka bekerja atas inisiatif sendiri atau ada atasan yang menyuruhnya. Itu yang sedang kita dalami," katanya.
Karena itu, lanjutnya, tidak tertutup kemungkinan akan dilakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak tertentu di perbankan. "Penyidik sudah menyiapkan langkah-langkah pemeriksaan, kita tunggu saja perkembangannya," katanya.
Thanos menambahkan, kemampuan Polri mengungkap jaringan pemalsu kartu kredit ini, mendapat apresiasi dari kepolisian Jepang. Saat ini perwakilan polisi Jepang telah berada di Jakarta membantu Polri memeriksa para tersangka. Selain itu, polisi Jepang juga menyelidiki dugaan adanya data-data warga negara Jepang yang sudah diambil para tersangka. "Berbagai kemungkinan sedang didalami penyidik. Termasuk kemungkinan dibobolnya data-data warga negara Jepang," katanya.
Sebelumnya, Bareskrim Polri mengungkap satu jaringan peredaran kartu kredit palsu yang melibatkan sindikat internasional dengan menangkap 14 tersangka termasuk lima warga negara Malaysia.
Menurut Kepala Badan Reserse Krimininal Mabes Polri, Komjen Pol Bambang Hendarso Danuri, sebanyak 10 tersangka saat ini menjadi buronan Mabes Polri termasuk sejumlah warga negara asing.
Pengungkapan kasus kejahatan kartu kredit skala internasional itu sebenarnya berawal dari polisi yang sedang menggerebek pesta shabu di kamar 208, Apartemen Puri Kemayoran, Jakarta Pusat. Di tempat ini, polisi menangkap delapan tersangka dengan barang bukti 56,6 gram shabu dan 20 kartu kredit.
Ternyata, 20 kartu kredit itu palsu sehingga polisi mengintensifkan pada pemeriksaan kasus ini. Ketika menggeledah rumah salah tersangka bernama Erwin di Kelapa Gading, Jakarta Utara, polisi menemukan 20 lembar blanko kartu kredit kosong dan satu dokumen berisi nomor-nomor kartu kredit.
Dari pengungkapan, sindikat ini telah memalsukan kartu kredit yang dikeluarkan dari Bank BCA, Mandiri, BNI, HSBC, America Express, City Bank, BII, Standard Chatered Bank dan beberapa bank lain. Polisi menyita 7.500 kartu kredit palsu, 131 mesin gesek kartu, 87 KTP palsu dan peralatan pembuat kartu kredit lainnya. (Joe)