Senin, 29 September 2008

PERAMPOKAN BESAR-BESARAN TELAH DISIAPKAN


JAKARTA-CRIMENEWS: Aksi tersangka otak pelaku perampokan 18 tempat kejadian perkara (TKP), Liem Williem Singgih atau Wei Sing (52), terus diendus polisi. Rekan-rekan seperjuangan Wei Sing kini dalam pengejaran anggota reserse.

Kelompok Wei Sing ini, diyakini tidak segan-segan membunuh mati korban atau siapa saja yang mencoba menghalang-halangi aksinya. Ini terbukti dari setiap aksi berdarahnya, paling tidak satu nyawa manusia melayang.
Polisi kini berusaha menghentikan langkah kelompok Wei Sing, yang saat ini diperkirakan masih diawaki enam pentolan dari generasi penerusnya. Keenam orang ini, kini terus dimata-matai anggota reserse dan siap dicokok.
Wei Sing sendiri tewas setelah terlibat baku tembak dengan polisi ketika akan diringkus di Jalan Sido Luhur Nomor 31 Surabaya Utara, Jawa Timur, pada Sabtu (27/9) sekitar pukul 09.30.

Menurut Wakil Kepala Polda Jateng Brigadir Jenderal Pol Adang Rochjana saat didampingi Direktur Reserse Kriminal Polda Jateng Kombes Pol Dewa Parsana, Minggu (28/9), pihaknya sudah memetakan tempat persembunyian enam tersangka lain.

Sejauh ini, lanjutnya, tempat persembunyian keenam buronan itu secara pasti, masih belum bisa diungkapkan ke publik. Karena dikhawatirkan para buronan akan melarikan diri.

Adang mengingatkan kepada tersangka lainnya untuk segera menyerahkan diri kepada petugas kepolisian. "Daripada harus dilumpuhkan ketika dikejar oleh polisi lebih baik kan mereka menyerahkan diri," kata Adang.
Hingga kini, menurut Dewa Parsana, pelaku yang tergabung dalam komplotan perampok toko emas yang masih dalam pencarian adalah Mulyanto alias Pipik, Abdul Adib alias Dipo, Thomas Joko Prayitno, Yohanes Deny alias Didik, Eduard Agung alias Edo, dan Eko Abdul Goni.

Komplotan Wei Sing terakhir beraksi di Toko Emas Bintang Mas di Kranggan, Kota Semarang, yang menyebabkan tiga orang meninggal dengan kerugian sekitar Rp 30 miliar. Sebelumnya, komplotan ini telah merampok di 18 tempat lain yang tersebar di Wonogiri, Solo, Bandung, Demak, Bali, dan Semarang.

Dalam penggerebekan hingga tewasnya Wei Sing di Surabaya, polisi menemukan barang bukti antara lain senjata api jenis scorpion, magazen berikut 42 amunisi, tiga selongsong amunisi, sebuah granat manggis aktif, sebuah senjata api berbentuk pulpen, sebuah pisau lipat, 30 emas batangan (satu batangan seberat 500 gram), serbuk emas, dua buah peta Surabaya, dan timbangan emas digital.

Emas batangan yang ditemukan polisi tersebut, menurut Adang, merupakan hasil peleburan dari emas hasil perampokan tersangka di berbagai tempat.

Selain itu, juga didapati 15 buah telepon seluler berbagai merek dan 20 buah kartu perdana telepon seluler yang diduga akan digunakan tersangka untuk berkomunikasi.

Polisi juga mencurigai adanya perencanaan perampokan selanjutnya di Kota Surabaya. Kecurigaan polisi ini berdasarkan hasil temuansebuah peta Surabaya dengan beberapa lokasi yang telah dilingkari, yang diperkirakan sebagai sasaran perampokan berikutnya.

"Itu sepertinya sasaran-sasaran dia. Untuk itu, akan kami gali lebih lanjut bersama tim gabungan dari Mabes Polri," kata Adang. (Joe)

Readmore ""

OTAK 18 PERAMPOKAN TEWAS DITERJANG PELURU POLISI

JAKARTA-CRIMENEWS: Liem Williem Singgih alias Wie Sing (52), otak pelaku perampokan 18 tempat kejadian perkara (TKP), tewas diterjang peluru tim gabungan Kepolisian Daerah Jawa Tengah dan Kepolisian Wilayah Kota Besar Surabaya di Surabaya, Sabtu (27/9) pukul 09.30 WIB.

Aksi penangkapan Wei Sing ini diwarnai tembak menembak sekitar setengah jam. Suasana sempat mencekam di sekitar TKP. Namun, polisi yang sejak awal telah mengantisipasi berbagai kemungkinan yang timbul, termasuk kontak fisik senjata api, bisa melokalisir tersangka dan melumpuhkannya.

Kasus perampokan terakhir yang diotaki Wie Sing, adalah perampokan toko emas di Semarang, pada 4 Juni 2008 lalu.

Pada tanggal 4 Juni 2008 lalu, terjadi perampokan di Toko Mas Bintang Mas Kranggan, Semarang. Saat itu, tiga orang tewas ditembak komplotan perampok serta sejumlah perhiasan emas dan uang senilai Rp 30 miliar dibawa kabur. Diduga kuat pelaku perampokan adalah kelompok Wie Sing.

Saat penggerebekan, Sabtu pukul 09.00 WIB, menurut Kepala Bagian Operasional I Direktorat Reserse Kriminal Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah (Jateng) Ajun Komisaris Besar Nelson P Purba, polisi mendatangi rumah kos Wie Sing, di Jalan Sidoluhur Nomor 31, Surabaya Utara, Jawa Timur.

Polisi kemudian memerintahkan yang bersangkutan keluar dan menyerahkan diri. Perintah polisi tidak diindahkan. Sekitar setengah jam kemudian, Wie Sing keluar. Namun, dia mencoba melawan petugas dengan menembak dan hampir meledakkan granat aktif yang memang disimpannya. "Petugas terpaksa menembaknya tujuh kali dan Wie Sing tewas seketika," kata Nelson.

Dalam penyergapan itu, lanjut Nelson, polisi menyita barang bukti berupa satu senjata api jenis Scorpion lengkap dengan magasin dan pelurunya, satu senjata api jenis pulpen, satu granat aktif, 30 peluru cadangan, dan 10 emas batangan.

Dua orang yang berada di lokasi kajdian, Rini (seorang perempuan berusia sekitar 30 tahun yang tinggal bersama Wie Sing) serta Aldi, anak Wie Sing, yang tinggal di kamar kos lain, saat ini diperiksa polisi sebagai saksi.
Aldi diduga pernah membantu Wie Sing secara tidak langsung dalam perampokan, yaitu dalam mengamankan mobil milik tersangka dan membantu menyimpan barang bukti.

Nelson menambahkan, polisi sudah menemukan 18 TKP perampokan di wilayah Jateng, Jatim, Jabar, dan Bali oleh komplotan Wie Sing.

Jenazah Wie Sing kemudian dibawa ke Rumah Sakit (RS) Dr Soetomo dan selanjutnya diotopsi di RS Bhayangkara, Surabaya. Setelah itu, jenazah diserahkan kepada keluarganya di Semarang, Jateng. (Joe)

Readmore ""

Minggu, 28 September 2008

KECELAKAAN MUDIK-BALIK DIPREDIKSI MASIH TINGGI

JAKARTA-CRIMENEWS: Kapolri Jenderal Pol Sutanto mengingatkan kepada masyarakat di seluruh Indonesia yang hendak mudik ataupun pada saat balik pada Idulfitri (lebaran) 1429 Hijriyah tahun 2008 agar tetap berhati-hati saat berkendaraan menuju kampung halaman.
Alasannya, angka kecelakaan lalu-lintas pada saat arus mudik dan arus balik Idulfitri tahun lalu, ternyata masih tinggi.

"Berdasarkan hasil analisa dan evaluasi pelaksanaan Operasi Ketupat tahun lalu menunjukkan bahwa jumlah kecelakaan lalu lintas pada saat mudik masih tinggi yakni sebanyak 1.025 kejadian," kata Kapolri Sutanto, dalam sambutan tertulis yang dibacakan Pelaksana Tugas (Plt) Sekda Kota Bogor, Bambang Gunawan saat menjadi inspektur upacara pada upacara gelar pasukan pengamanan lebaran di wilayah hukum Polresta Bogor di Lapangan Sempur, Selasa.

Kapolri merinci bahwa dari 1.025 kasus kecelakaan lalu-lintas pada arus mudik tahun lalu, korban meninggal dunia 362 orang, luka berat 481 orang, luka ringan 804 orang serta kerugian material sebesar Rp 3,25 miliar.
Sedangkan kecelakaan saat arus balik tercatat sebanyak 839 kejadian, dengan rincian korban meninggal dunia 314 orang, luka berat 382 orang, luka ringan 770 orang, dan kerugian material sebesar Rp 1,6 miliar.

Ia menambahkan, untuk pelanggaran lalu lintas yang ditindak dengan menggunakan bukti pelanggaran atau Tilang sebanyak 57.542 pelanggar, dan non Tilang (teguran) sebanyak 60.670 kali, dengan pelanggaran didominasi oleh kendaraan roda dua, penumpang dan bus.

Menurut Kapolri, melihat semakin kompleks dan komprehensifnya penyebab kecelakaan, serta pembinaan masing-masing komponen lalu lintas yang berada dalam kewenangan berbagai instansi terkait, maka diperlukan koordinasi dan keterpaduan dalam upaya penanggulangan kecelakaan.

"Melalui sinergitas dengan instansi terkait serta didukung oleh kesadaran hukum masyarakat, diharapkan kondisi keamanan, ketertiban, kelancaran dan keselamatan lalu lintas akan lebih terjamin," katanya.
Sutanto mengatakan, perayaan Idulfitri merupakan momen religius yang telah membudaya di dalam masyarakat dan bangsa Indonesia, dimana setiap tahunnya berlangsung kegiatan mudik guna merayakan lebaran bersama dengan sanak saudara di Kampung halaman.

Budaya lebaran pulang kampung tersebut, kata dia, mengakibatkan terjadinya mobilitas masyarakat secara besar-besaran, dimana dari tahun ke tahun jumlahnya terus meningkat. "Diperkirakan pada tahun (2008) ini jumlah pemudik di seluruh wilayah tanah air akan mencapai 15,7 juta jiwa," katanya.

Sementara itu, para pengendara mobil maupun sepeda motor yang akan mudik Lebaran 2008 diimbau agar berhati-hati di jalan raya, dengan mengutamakan kesabaran dan keselamatan diri dan penumpang.
Para pemudik juga diimbau agar tidak memaksakan diri bila kondisi fisik lelah, sakit, maupun mengantuk. Ini penting, mengingat hingga H-5 atau tiga hari angkutan Lebaran 2008, sedikitnya telah terjadi 118 kecelakaan di jalan raya di seluruh Indonesia.

"Korban tewas mencapai 41 orang. Pada hari pertama 35 orang tewas, dan pagi ini (Jumat (26/9)--Red) enam orang tewas," kata Wakil Kepala Badan Pembinaan Keamanan (Waka Babinkam) Polri Irjen Pol Aryanto Boedihardjo di sela meninjau Pos Pengamanan Cikopo-Cikampek untuk Angkutan Lebaran 2008, Jumat. Hadir dalam kesempatan itu Dirut PT Jasa Raharja (Persero) Diding S Anwar.

Berdasarkan data yang diperoleh PT Jasa Raharja dari peristiwa kecelakaan maut antara Bus Puspajaya dan pick-up L-300 bak terbuka di Sukamandi, Jumat dini hari pukul 02.45 WIB, peristiwa itu menyebabkan korban tewas 8 orang. "Angka 6 tewas itu mungkin dilaporkan dari tempat kejadian peristiwa atau TKP. Tetapi setelah dibawa ke RSUD Subang, ada yang tewas lagi dua," kata Kahumas PT Jasa Raharja, Nasir Hakam.

Nama korban tewas dalam perisitiwa itu, sesuai data PT Jasa Raharja, adalah Saay B Casdam, Enyo, Waidah, Darsim, Darini, Junengsih, Suherman, dan Tami. "Seluruh korban adalah penumpang L-300 bak terbuka yang dilaporkan sedang dalam perjalanan pulang setelah mengikuti pengajian," kata Nasir Hakam.

Pada bagian lain, Waka Babinkam Polri juga meminta aparat yang terlibat dalam pengamanan Lebaran 2008 agar membuat jalur-jalur khusus untuk pengendara sepeda motor di setiap daerah yang padat arus mudiknya. "Apa yang dilakukan Polwil Purwakarta, yang mengalihkan pengendara sepeda motor di jalur yang tidak dilalui pengendara mobil, sangat membantu pemudik sepeda motor dan mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas," kata Boedihardjo.

Berdasarkan data nasional dari Departemen Perhubungan, sepeda motor saat ini sudah menjadi mesin pembunuh nomor satu di jalan karena sebagian besar kecelakaan dalam lalu lintas angkutan jalan melibatkan sepeda motor. Setiap tahun di Indonesia, korban meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di jalan sekitar 30 ribu orang, dan sebagian besar dari angka itu melibatkan atau disebabkan oleh sepeda motor.

Karena itulah, tahun ini PT Jasa Raharja mengalokasikan dana santunan untuk korban kecelakaan lalu lintas sekitar Rp 1,3 triliun. "Jumlah ini adalah konsekuensi dari naiknya besaran santunan sejak awal 2008 sekitar 150 persen. Jadi, jika per tahun biasanya hanya setengah triliun, kini jadi sebesar itu," kata Direktur Utama PT Jasa Rahardja Diding S Anwar, di Purwakarta, Jumat.

Menurut Diding, prediksi naiknya biaya santunan untuk korban kecelakaan tersebut sudah terlihat dari realisasi hingga Agustus 2008 sebesar Rp 700 miliar.

"Dan ironisnya, hampir 70 persen dari total dana itu diserahkan untuk korban yang melibatkan sepeda motor. Karena itu, kami mengusulkan dan berupaya membantu agar moda transportasi ini bisa dikendalikan," katanya.
Menggunakan transportasi sepeda motor, kata Diding, memang murah, tetapi risiko kecelakaannya lebih tinggi ketimbang moda transportasi publik lainnya.

"Karena itu, kami sangat setuju angka kecelakaan sepeda motor ini ditekan dengan pengendalian sepeda motor yang terarah. Tentu, ini tugas pihak terkait," kata Diding.

Terkait dengan itu, dari Jambi dilaporkan, tiga orang remaja pengendara sepeda motor langsung tewas di tempat ketika kendaraan yang mereka naiki bertabrakan dengan bus angkutan umum Handoyo dari Jawa tujuan Sumatera Utara. Lokasi kecelakaan di Jalan Lintas Sumatera km 40 Desa Rejo Sari, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Merangi, berjarak 200 km dari Kota Jambi. (Ant/SK/Joe)

Readmore ""

Jumat, 26 September 2008

DIWASPADAI ADANYA MODUS BARU PEMALSUAN KARTU KREDIT

Sukses kadang datang tidak terduga. Itulah yang terjadi saat ini. Saat Direktorat Narkoba Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengendus sindikat narkoba, tim ini menemukan sindikat baru pemalsu kartu kredit.
Tidak tanggung-tanggung, ternyata jaringan ini adalah sindikat internasional yang telah lama beroperasi. Jaringan mereka sangat rapi, kuat dan didukung teknologi canggih. Bahkan mereka sanggup 'membeli' data ke orang dalam perbankan untuk mendapatkan data-data penting.

Pengungkapan ini, bukan saja menggembirakan bagi dunia perbankan, karena terselamatkan dari kebobolan penggunaan kartu kredit palsu. Tetapi juga masyarakat yang memiliki kartu kredit. Karena tagihan fiktif bisa dihindarkan. Dari sudut pandang dunia internasional, kesuksesan ini menjadi satu nilai tambah bagi Polri dan nama baik bangsa. Karena selama ini Indonesia dikenal sebagai surganya pemalsuan segala jenis barang, termasuk kartu kredit.

Pengungkapan ini, sekaligus mengungkap banyaknya pembobolan kartu kredit dan upaya penyelamatan kartu kredit yang sedang dan akan ditempuh dunia perbankan.
Berdasarkan data, selama tahun 2007, jumlah kartu kredit di Indonesia sebanyak 9,1 juta kartu dengan nilai transaksi Rp 72 triliun. Nilai ini terjadi dalam 246 juta transaksi atau 246 transaksi per menit. Kerugian akibat pemalsuan kartu kredit, ternyata tidak kecil. Sepanjang tahun 2007, kerugian akibat pemalsuan kartu kredit diperkirakan mencapai Rp 35 miliar.

Namun angka ini menjadi terasa kecil, jika kita bandingkan nama besar Indonesia. Seperti diungkapkan, anggota Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional, Jos Luhukay, Indonesia merupakan salah negara yang paling rawan pemalsuan kartu kredit. Stigma negatif, sudah begitu melekat bagi bangsa Indonesia.
Indonesia adalah bagian dari kartel pemalsu kartu kredit internasional. "Kita (Indonesia) menjadi daerah yang empuk, karena belum adanya undang-undang mengenai transaksi elektronik," katanya.
Namun, apakah perangkat lunak seperti undang-undang bisa mengeliminir tindak kejahatan transaksi menggunakan kartu kredit? Secara hukum, memang mampu mengeliminir. Namun dari sisi teknis, teknologi akan memegang peranan penting.

Sesuai Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 51/2005 tentang Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK), setiap Bank/Institusi penerbit kartu kredit/debit diwajibkan untuk mengaplikasikan teknologi smart card/chip card untuk setiap penerbitan/penggantian kartu per tanggal 1 September 2006.

Peraturan ini, cukup menyulitkan kalangan perbankan, selain "deadline" yang pendek juga butuh investasi yang tidak murah. Namun pengungkapan Polri dalam pemalsuan kartu kredit, membuat perbankan lebih mempercepat speed penggantian kartu itu. Dari pada mereka kebobolan lebih banyak lagi.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Miranda S Goeltom, menyarankan agar perbankan lebih berhati-hati dan mempercepat perubahan dari kartu jenis magnetik ke kartu chip.
"Walaupun Peraturan BI memberi batas waktu hingga 2010, kita minta agar perubahan itu dipercepat, karena hinggga saat ini belum semua bank menggunakan jenis chip. Ini memang ada biayanya. Namun ini demi keamanan lebih jauh lagi," kata Miranda.

Ketua Dewan Eksekutif Asosiasi Penyelenggara Kartu Kredit Indonesia (APKKI), Wiweko Probojakti, menambahkan, semua kartu kredit yang diterbitkan oleh penyelanggara kartu di Indonesia akan dilengkapi dengan chip card untuk mencegah terjadinya kartu kredit palsu.

Chip yang akan dipasang di kartu kredit itu, diyakini akan dapat mengurangi kasus pembobolan kartu kredit dengan menggunakan kartu kredit palsu. "Chip yang dipakai tidak bisa ditembus (oleh para pembobol kartu kredit). Ini yang membedakan kartu kredit saat ini dimana kartu kredit tidak memakai chip, sehingga susah membedakan mana yang asli dan mana yang palsu," katanya.

Untuk mendukung perubahan kartu itu,sekaligus mengamankan dari pembobolan penggunaan kartu kredit palsu, PT Bank BNI Tbk (Bank BNI) akan mengeluarkan dana 12 juta dolar AS atau Rp 1,09 triliun (untuk kurs Rp 9.100 per dolar AS) untuk penggantian kartu kredit dari gesek ke bentuk chip.

"Sekitar 2 juta dolar untuk penggantian kartunya dan 10 juta dolar AS untuk untuk penggantian 20.000 elektronik data card (EDC/alat gesek)," kata Manajer Umum Divisi Kartu Kredit, Sahala Oloan Manik.
Diakuinya, penggantian tersebut untuk meningkatkan sistem keamanan kartu kredit dengan menambahkan early detection unit (unit deteksi awal) untuk kartu yang mencurigakan sehingga diharapkan mampu mencegah pemalsuan kartu kredit secara optimal.

Sedang PT Bank Mandiri Tbk, hingga tahun 2010, mengalokasikan dana sekitar 25-30 juta dolar AS untuk merampungkan peningkatan (upgrade) sistem teknologi "smart card/chip card."

Menurut Direktur Teknologi dan Operasi Bank Mandiri, Sasmita, peningkatan teknologi demi keamanan transaksi, dan memperluas jumlah penerima atau mitra (merchant) kartu kredit Mandiri hingga di tingkat internasional. Namun apakah penggantian kartu gesek menjadi chip ini dipastikan aman, menurut Jos Luhukay, penggunaan kartu kredit ber-chip tidak telalu efektif mengurangi tindak pemalsuan kartu kredit.

"Itu tidak bisa menjadi obat pemalsuan kartu kredit karena dalam dunia teknologi pasti akan ada gagasan baru untuk menjebolnya (kartu kredit-Red)," katanya. Dengan kondisi tersebut, lanjut Jos, perbankan diminta untuk dapat lebih mempertinggi kontrol terhadap keamanan dan transaksi keuangan melalui elektronik.

Menurutnya, kasus pemalsuan kartu kredit merupakan salah satu dampak dari penggunaan sistem pembayaran secara electronik. Selain itu, Jos menilai, penggunaan kredit itu sebagai salah satu bagian dari strategi bank untuk mengalihkan sebagian tanggung jawabnya mengenai kesahihan transaksi sehingga menjadi tanggung jawab nasabah.

"Kalau kita ke ATM transaksi bisa dilakukan secara langsung. Begitu pula jika menggunakan internet. Hal ini berbeda jika kita melakukan transaksi di teller bank, itu akan ditanyakan mengenai identitas, seperti kartu tanda pengenal," katanya.

Jos mengatakan, beberapa bank sudah menerapkan tindakan pengawasan yang cukup ketat terhadap penggunaan kartu kredit. Tindakan yang dilakukan di antaranya melakukan konfirmasi kepada nasabah jika terdapat transaksi yang cukup besar.

Terlepas dari semua itu, tiga orang karyawan bank di Jakarta dan Medan telah ditangkap jajaran Bareskrim Polri, terkait kasus pemalsuan kartu kredit. Pada saat yang sama, polisi juga menangkap satu orang lain yang juga terkait langsung dalam kasus ini. Pegawai bank ini diduga menjual data-data kepemilkan kartu kredit kepada para sindikat pemalsu kartu kredit. Tersangka juga diyakini mampu membobol data bank lain untuk mendapatkan data yang mereka inginkan.

Menurut Direktur Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Pol Indradi Thanos, penangkapan ini merupakan pengembangan kasus sebelumnya. Thanos menambahkan, penangkapan yang dipimpim Kombes Pol Amrozi dilakukan di dua lokasi yakni tersangka Lilik yang menjabat sebagai manager accounting sebuah bank swasta di Medan.

Penangkapan Lilik dilakukan di Medan. Sedangkan anak buah Lilik masing-masing Titik dan Wili, pegawai bank di Jakarta dan Roy, tertangkap di Jakarta. Dari pengakuan tersangka, ada kelompok pemalsu kartu kredit lainnya yang sering membeli data dari para pegawai bank itu. "Kelompok ini berani membeli data dengan harga tinggi," katanya.


Informasi di Mabes Polri menyebutkan, para tersangka dengan kemampuan informasi teknologi (IT) dan kewenangannya di bank tempat mereka bekerja, bisa mendapatkan akses untuk mengetahui data-data pemegang kartu kredit.

Tersangka selanjutnya membuat copy atau duplikasi data dari beberapa bank yang ia simpan. Sehingga saat permintaan datang, tersangka tinggal melakukan tawar menawar harga. Sindikat pemalsu kartu kredit ini berani memberi hingga ratusan juta.

Wakil Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Pol Anton Bachrul Alam, mengungkapkan, penyidik terus mengembangkan kasus ini hingga tuntas. "Kita tengah dalami, apakah mereka bekerja atas inisiatif sendiri atau ada atasan yang menyuruhnya. Itu yang sedang kita dalami," katanya.

Karena itu, lanjutnya, tidak tertutup kemungkinan akan dilakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak tertentu di perbankan. "Penyidik sudah menyiapkan langkah-langkah pemeriksaan, kita tunggu saja perkembangannya," katanya.

Thanos menambahkan, kemampuan Polri mengungkap jaringan pemalsu kartu kredit ini, mendapat apresiasi dari kepolisian Jepang. Saat ini perwakilan polisi Jepang telah berada di Jakarta membantu Polri memeriksa para tersangka. Selain itu, polisi Jepang juga menyelidiki dugaan adanya data-data warga negara Jepang yang sudah diambil para tersangka. "Berbagai kemungkinan sedang didalami penyidik. Termasuk kemungkinan dibobolnya data-data warga negara Jepang," katanya.

Sebelumnya, Bareskrim Polri mengungkap satu jaringan peredaran kartu kredit palsu yang melibatkan sindikat internasional dengan menangkap 14 tersangka termasuk lima warga negara Malaysia.

Menurut Kepala Badan Reserse Krimininal Mabes Polri, Komjen Pol Bambang Hendarso Danuri, sebanyak 10 tersangka saat ini menjadi buronan Mabes Polri termasuk sejumlah warga negara asing.

Pengungkapan kasus kejahatan kartu kredit skala internasional itu sebenarnya berawal dari polisi yang sedang menggerebek pesta shabu di kamar 208, Apartemen Puri Kemayoran, Jakarta Pusat. Di tempat ini, polisi menangkap delapan tersangka dengan barang bukti 56,6 gram shabu dan 20 kartu kredit.
Ternyata, 20 kartu kredit itu palsu sehingga polisi mengintensifkan pada pemeriksaan kasus ini. Ketika menggeledah rumah salah tersangka bernama Erwin di Kelapa Gading, Jakarta Utara, polisi menemukan 20 lembar blanko kartu kredit kosong dan satu dokumen berisi nomor-nomor kartu kredit.

Dari pengungkapan, sindikat ini telah memalsukan kartu kredit yang dikeluarkan dari Bank BCA, Mandiri, BNI, HSBC, America Express, City Bank, BII, Standard Chatered Bank dan beberapa bank lain. Polisi menyita 7.500 kartu kredit palsu, 131 mesin gesek kartu, 87 KTP palsu dan peralatan pembuat kartu kredit lainnya. (Joe)

Readmore ""

MENGAPA PENYELUNDUPAN DI SIAK BARU TERUNGKAP?

Pengungkapan penyelundupan skala besar dari Malaysia ke Indonesia yang dilakukan tim gabungan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri dan Polda Riau di Sungai Siak, Pekanbaru, sangat mencengangkan. Bukan hanya soal nilai penyelundupan yang mencapai Rp 100 miliar sekali angkut yang berhasil dibongkar, tetapi penyelundupan secara terbuka itu sudah berjalan selama lebih dari dua tahun, dan dibiarkan berlarut-larut.
Diperkirakan, dari alur Sungai Siak ini, barang selundupan mencapai triliunan rupiah. Bahkan pelaku utama penyelundupan itu juga orang terkenal di Pekanbaru, Al Gula, Nik dan As, sederet nama yang sudah populer di kalangan petugas keamanan. Hampir semua petugas keamanan mengenal siapa Al Gula dan apa saja geliat bisnisnya.
Namun sepak terjang Al Gula harus berhenti di tangan tim gabungan Polri. Bukan hanya sepak terjang Al Gula yang harus kandas, karier dua pejabat Polri yakni Kapolsek Tenayan Raya Iptu Ardinal Efendi dan Kapolsek Kesatuan Polisi Pengamanan Pelabuhan Pekanbaru AKP Seno Mulya, juga harus diserahkan ke pejabat lain. Tidak tanggung-tanggung, seperti diungkapkan Kapolda Riau Brigjen Pol Sutjiptadi, penggantian dua pejabat itu karena tidak melaporkan kepada atasannya tentang adanya aksi penyelundupan di wilayah mereka. Padahal, keduanya dianggap mengetahui adanya penyelundupan tersebut.
"Dengan penggantian kedua pejabat ini, kita harapkan akan lebih mudah dalam menyidik kasus ini. Saat ini kasus sedang ditangani Mabes Polri," kata Sutjiptadi, seperti disampaikan Kabid Humas Polda Riau AKBP Zulkifli.
Penyelundupan melalui sepanjang alur Sungai Siak, sudah menjadi rahasia umum. Semua orang di sepanjang sungai mengetahui hal itu. Bahkan masyarakat Pekanbaru juga mengetahuinya. Jika masyarakat mengetahuinya, sudah barang tentu polisi dan aparat keamanan lainnya mengetahuinya.
Tetapi semuanya diam saja melihat pelanggaran hukum ini. Yang menjadi permasalahan, apakah memang ini semua sengaja dipelihara untuk mempertebal pundi-pundi sekelompok orang atau memang ada sindikat yang bermain dan melibatkan petinggi aparat keamanan, sehingg aksi pelanggaran hukum ini bisa berjalan mulus selama sekian tahun?
Disinyalir, aksi yang dilakukan Al Gula ini mendapat restu dari oknum petinggi semua angkatan, kepolisian dan pejabat pemerintah daerah di Pekanbaru hingga Riau. Karena semua orang mengetahui, penyelundupan ini dilakukan secara terbuka dan besar-besaran. Bahkan untuk mengangkut barang dari pelabuhan saja harus menggunakan truk-truk yang junlahnya banyak.
Terlepas dari semua itu, pengungkapan penyelundupan yang melibatkan tiga unit kapal yang mengangkut sekitar 1.800 ton barang dari Pelabuhan Port Klang, Malaysia itu, menunjukkan keseriusan Polri dalam memerangi penyelundupan. Sikap tegas yang diambil Kapolda Riau (waktu itu) Brigjen Pol Sutjiptadi, merupakan implementasi dan pengejawantahan perintah dari Kapolri Jenderal Pol Sutanto.
Karena berulang kali, Kapolri Sutanto selalu mengingatkan anak buahnya untuk tidak 'nakal' dan main-main dengan pelanggaran hukum. Bahkan Sutanto secara terbuka, baik di hadapan DPR RI maupun melalui wartawan, selalu mengulang peringatannya. Bagi mereka yang tidak bisa diingatkan, Kapolri Sutanto dengan tegas mengungkapkan, bahwa masih banyak anggota Polri yang baik yang siap menggantikan mereka yang nakal.
Namun ada baiknya Polri menggarisbawahi pesan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, saat penangkapan Jaksa Urip Tri Gunawan oleh tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dengan tegas Presiden berpesan, agar semua yang terkait dalam kasus itu diusut.Kalimat orang pertama di Indonesia itu, seharusnya kita kupas lebih mendalam lagi.
Makna pesan itu sebenarnya sangat luas, bukan hanya untuk kasus penyuapan dalam penanganan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) saja, namun kita harus bisa menerjemahkannya juga untuk kasus-kasus lain. Termasuk dalam Sungai Siak gate ini.Mabes Polri harus berani mengungkap lebih lagi dugaan keterlibatan orang-orang di Polda Riau dan mungkin juga di Mabes Polri.
Bahkan kasus ini bisa menjadi sebuah momentum bagi Polri untuk mengikis habis oknum-oknum di angkatan lain dan pemda yang juga bermain. Karena Kapolsek Tenayan Raya dan Kapolsek Kesatuan Polisi Pengamanan Pelabuhan Pekanbaru, tidak akan berani 'bermain' tanpa ada pihak yang memback-upnya. Jalan Berliku Dugaan keterlibatan oknum aparat keamanan dalam penyelundupan ini, memang sangat nyata.
Pada waktu-waktu tertentu, semua kelompok aparat keamanan seperti dijadwal harus 'mampir' ke pelabuhan Sungai Siak. Ada 'biaya pengamanan' yang mereka terima dari orang-orang tertentu.Akibat adanya 'biaya pengamanan' ini, kegiatan pengapalan, bongkar muat kapal dan pengangkutan di darat menjadi lebih aman. Padahal untuk menyusuri sepanjang alur Sungai Siak saja harus melewati enam dermaga yang semuanya memungkinkan dijadikan lokasi bongkar muat barang selundupan.
Lokasi penggerebekan dan penangkapan kapal-kapal ini, dilakukan di dermaga yang terletak di Jalan Nelayan, ini adalah salah satu dari tiga dermaga milik jaringan Al Gula, Nik, dan As.Jika kita mengamati rute penyelundupan ini, terlihat kekompakan tim dan kerja kerasnya. Sebulan sebelum penggerebekan, anggota tim sudah berada di Pekanbaru dan beberapa di antaranya menyewa rumah-rumah petak di sekitar dermaga.
Untuk memasuki wilayah Pelabuhan Meulebung tidaklah mudah. Jarak antara Jalan Hang Tuah, kawasan Kulim, Pekanbaru, ke lokasi sekitar 10 km. Untuk mencapai lokasi harus melewati areal perkebunan kelapa sawit yang memiliki jalan bercabang dan semuanya hampir mirip. Jangankan orang baru, orang Pekanbaru saja bisa kesasar jalan jika tanpa dipandu untuk memasuki kawasan ini.
Sebelum sampai ke Dermaga Meulebung, terdapat empat portal yang harus dilalui. Tiga portal dijaga petugas keamanan perusahaan kelapa sawit dan portal keempat dijaga pasukan sipil yang disebut Laskar Hulubalang Melayu.Menurut pihak perusahaan, mereka tidak akan berani menghentikan truk-truk pengangkut barang dari pelabuhan apalagi mengecek isinya.
Karena itu hanya akan mencari masalah saja.Bila ada kapal sandar, tidak seorang pun bisa menembus portal terakhir yang masih berjarak satu kilometer ke pelabuhan dan memasuki kawasan itu tanpa seizin para hulubalang. Saat kapal sandar, sekitar enam petugas keamanan berseragam lengkap dan memegang senjata laras panjang dari polsek, selalu berjaga-jaga.
Pada saat yang bersamaan, sekitar 250-an orang pekerja menurunkan barang muatan kapal dan memindahkannya ke dalam truk yang sudah menunggu dengan cepat. Bongkar kapal dan muat ke truk harus selesai dalam hitungan tiga jam. Tidak boleh lebih, meski kapal sandar pada tengah malam sekali pun.Lantas, apa saja isi muatan kapal-kapal itu?
Berdasarkan pengakuan para kuli angkut, barang yang mereka turunkan dari kapal dan mereka naikkan ke puluhan truk, biasanya berupa gulungan bahan tekstil, kantong biji plastik, suku cadang mobil, mainan anak-anak, sepeda motor dan ribuan barang lainnya. "Jumlahnya banyak sekali, ribuan. Truk yang ngangkut lebih dari 50 unit," kata seorang kuli.
Barang-barang yang sudah dipilah-pilah sesuai jurusan truk, langsung meninggalkan dermaga. Barang langsung didrop ke Jakarta, Medan, Pekanbaru dan beberapa kota besar lain di Indonesia. Sebagian barang langsung disimpan di gudang di Jalan Riau, Pekanbaru, dan jalan lintas timur kilometer 11,6. Lokasi ini hanya berjarak sekitar 500 meter dari Mapolsek Tenayan Raya. Barang-barang yang kini disita tim gabungan Mabes Polri dan Polda Riau, harus diangkut dari pelabuhan menggunakan 78 truk-truk tronton.
Sebagian barang yang sudah diturunkan dari truk disimpan di tiga gudang berukuran 400 meter persegi dengan tinggi enam meter. Namun belum semua barang habis dalam truk. Karena masih terdapat 12 truk yang isi muatannya belum dibongkar. (Joe)

Readmore ""

GARDA PENEGAK HUKUM MASIH LEMAH

Kasus tentangkapnya Jaksa Urip Tri Gunawan yang juga Kepala Tim Jaksa Pemeriksa Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), pada Minggu (2/3) sore, adalah sebuah ironi. Karena di tangan sang jaksa itu, tim dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan uang tunai 660.000 dolar AS atau Rp 6,1 miliar, yang diduga terkait penanganan kasus tersebut.
Apalagi, penangkapan ini hanya berselang dua hari setelah Kejaksaan Agung secara resmi menyatakan kepada publik, bahwa kasus BLBI untuk BDNI harus dihentikan karena tidak ditemukan bukti hukum yang mengarah ke tindak pidana korupsi.
Namun penangkapan yang dilakukan di Kompleks Simprug Jalan Hang Lekir, Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jaksel, yang juga rumah mantan Presiden Direktur BDNI Sjamsul Nursalim itu, juga harus bisa menjadi pelajaran semua aparat penegah hukum di negeri ini.
Setiap aparat penegak hukum, seharusnya bisa menangkap sinyal dari peristiwa ini. Seperti dikemukakan Jaksa Agung Hendarman Supanji, akibat ulah Urip Tri Gunawan, atau karena nila setitik, rusaklah citra Kejaksaan Agung. Bahkan Herdarman dengan tegas menyatakan kekecewaan dan kemarahannya atas sikap dan ulah anak buahnya itu.
Sebagai bentuk kekecewaan dan kemarahannya, Herdarman berjanji menuntaskan kasus terkait penangkapan ini. Jaksa Agung meminta Jaksa Agung Muda Pengawasan, MS Rahardjo, memeriksa secara internal sejauh mana perbuatan Urip ini. Caranya, dengan meminta keterangan kepada Urip yang saat ini masih diperiksa KPK. "Apakah ia sendiri atau suruhan orang lain? Saya ingin tahu yang jelas supaya bisa melakukan tindakan yang tegas ke dalam. Tidak tertutup kemungkinan ada orang yang menyuruhnya," katanya.
Bukan hanya itu bentuk kemarahan yang ditunjukkan Herdarman. Bahkan Jaksa Agung meminta KPK mengajukan tuntutan seberat-beratnya. "Sebagai penegak hukum yang mengetahui konstruksi hukum, seharusnya jaksa tidak melakukan hal itu," katanya.
Sepertinya lumrah saja kalau Jaksa Agung begitu kecewa, karena sebagai pimpinan tertinggi di lembaga itu, dirinya seperti dikadali anak buahnya secara terang-terangan, terutama dalam penanganan kasus BLBI BDNI. Menurut Jaksa Agung, penanganan kasus BLBI sudah benar. Hasil terakhir penyelidikan selama tujuh bulan dipaparkan di depannya. Isinya, menyatakan belum ada alat bukti perbuatan melawan hukum yang mengarah ke korupsi. Pendekatan pidana tidak dapat dilakukan, kemungkinan dengan pendekatan perdata. "Saya setujui penghentian penyidikan, karena jika berlama-lama menjadi kurang produktif. Ternyata kesimpulan saya keliru, karena ada anak buah saya yang menyimpang. Ada oknum yang memanfaatkan kondisi," katanya.
Kekecewaan, ternyata juga dirasakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Melalui Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng, Presiden meminta semua aparat terkait kasus dugaan penyuapan ini diusut karena tidak ada yang kebal hukum di Indonesia. "Semoga ini menjadi efek jera untuk siapa pun yang ingin korupsi, termasuk aparat penegah hukum," katanya.
Lantas, siapa wanita yang menyerahkan uang Rp 6,1 miliar itu? Ternyata wanita itu adalah Arthalyta Suryani, yang juga dikenal dekat Sjamsu Nursalim. Suami Arthalyta yaitu Surya Dharma adalah mantan petinggi PT Gajah Tunggal Tbk yang dirintis Sjamsu Nursalim.Arthalyta sempat menjadi Bendahara Umum DPP Partai kebangkitan Bangsa (PKB) menggantikan posisi Erman Suparno, sekitar bukan Oktober 2007.
Namun menurut Ketua DPP PKB Hermawi Taslim, Arthalyta hanya menjabat dua hari dan belum sempat bekerja. Di situs Bursa Efek Jakartaper 3 Maret 2008, nama Arthalyta Suryani tercatat sebagai Wakil Komisaris Utama di Indonesia Prima Properti Tbk, perusahaan yang bergerak di bidang properti dan real estate. Arthalyta Suryani juga menjadi Wakil Komisaris Utama di Indonesia Prima Properti Tbk yang 90,09 persen sahamnya dikuasai oleh First Pacific Capital Group.
Menjadi Cermin Semua aparat penegak hukum, termasuk Polri, harus bisa berkaca dari kasus ini. Sebagai penyidik, Polri memiliki kedekatan dengan tersangka dan juga pelapor. Dengan kemampuan dan kewenangannya, penyidik bisa 'menyetir' sebuah perkara yang sedang ia tangani. Termasuk memutuskan seseorang akan menjadi tersangka atau cukup hanya saksi dalam sebuah kasus. Jika semua aparat penegak hukum mau jujur --jujur kepada diri sendiri dan orang lain--, pada tahapan tertentu penyidik harus berani mengambil satu keputusan berat.
Di mana ia harus bisa memenuhi kebutuhan finansial pimpinan dan juga keluarga yang selalu merongrongnya, namun di sisi lain dia juga harus mengemban tugas sebagai penyidik dalam korpnya. Kejujuran itu semakin dipertaruhkan, manakala kasus yang ia tangani sarat dengan nilai keuangan yang sangat besar. Selain itu, terlapor sendiri memberi sinyal dan berani menyodorkan diri untuk sebuah langkah damai di bawah meja.
Pada tahapan seperti ini, ketua tim atau kepala tim sangat mungkin bermain. Beberapa pola bisa ia mainkan. Kepala tim bisa bermain sendiri. Langkah ini memang sangat menjanjikan keuntungan yang lebih besar bagi seorang kepala tim. Karena ia akan mendapatkan bagian yang lebih besar dibanding anggota tim lainnya. Karena ia merangkap jabatan, sebagai kepala tim, kepala negosiator dan juga eksekutor. Ia pun pasti akan tetap meminta jatah sebagai anggota tim.
Namun kalau timbul masalah hukum, ia sendiri yang harus memikulnya. Namun pada tahapan seperti ini, ada yang tidak mau terlalu rakus dan memilih aman. Ia rela kebagian 'tidak seberapa' namun tangan tetap bersih. Bahkan kalau suatu saat timbul masalah hukum, ia bisa cuci tangan dan melenggang dengan nyaman. Di sinilah mereka memanfaatkan kehadiran seorang makelar kasus (markus). Seorang markus, bisa berdiri sebagai dewa penolong.
Namun pada posisi lain, dia juga bisa menjelma sebagai setan belang. Karena kemampuan keuangan dan kedekatannya dengan para pucuk pimpinan sebuah lembaga penegak hukum, markus ini bisa memainkan dua peran sekaligus. Markus bisa menggertak penyidik, menyetir hasil penyelidikan dan penyidikan, bahkan ia juga bisa menentukan nasib seseorang akan menjadi tersangka atau cukup sebagai saksi.
Bahkan yang seharusnya menjadi tersangka sekalipun, bisa disulap berubah menjadi saksi dan akhirnya namanya hilang dari daftar pemeriksaan sama sakali. Karena kemampuannya, markus pun bisa mendekati, menempel, menakut-nakuti dan kemudian menghisap darah seseorang yang ditetapkan sebagai tersangka. Apakah darah itu akan dihisap sampai kering atau tidak, semuanya terserah markus. 'Darah' yang telah dihisap markus inilah yang kemudian dijadikan 'kendaraan' operasional penyidikan.
'Darah' ini pun kemudian dibagi-bagi, atasan penyidik akan mendapatkan jatah dengan prosentase yang cukup besar, setelah itu jatah penyidik, mulai dari ketua tim, anggota hingga staf, semua kebagian. Karena jumlah penyidik lebih banyak, maka jatah mereka sudah tentu lebih besar. Namun akhirnya yang diterima setiap penyidik menjadi kecil, karena nilai itu harus dibagi-bagi. Lantas, berapa jatah sang markus? Semua orang sudah bisa menghitungnya. Jatah terbesar ada di tangan markus. Karena jika sampai ada timbul masalah hukum, yang akan menjadi tumbal pertama kali adalah sang markus.
Karena resiko yang dihadapi sang markus inilah, sebagai konpensasi markus juga akan meminta prosentase dari pihak tersangka dan juga dari penyidik. Dalam kasus lain, seperti saat penanganan kasus pembobolan letter of credit (L/C) BNI Cabang Kebayoran Baru, Jaksel, senilai Rp 1,7 triliun, penyidik secara langsung meminta fee atas kesuksesan pengungkapan kasus itu.
Padahal succes fee tidak diperbolehkan, pengungkapan kasus adalah tugas yang memang harus diselesaikan aparat penegak hukum. Sayang, kasus itu tidak menyentuh pihak-pihak yang seharusnya. Pengungkapan kepada publik hanya sebatas siapa yang bisa dijadikan tumbal. (Joe)

Readmore ""

Kamis, 25 September 2008

POLISI MASIH GEMAR TEMBAK-TEMBAKAN

POLISI MASIH GEMAR TEMBAK-TEMBAKAN
JAKARTA (CRIMENEWS): Kepala Unit Reserse dan Intelijen (Kanit Resintel) Polsek Sukorejo, Kendal, Jateng, Aiptu Darnoto (48), Selasa (6/5) dini hari, bunuh diri dengan cara menembak keningnya menggunakan senjata revolver organik miliknya. Aksi bunuh diri yang dilakukan di ruang kerjanya sekitar pukul 03.00 WIB itu, diduga karena ketidaksiapan mentalnya menghadapi pemeriksaan dirinya oleh Satuan Profesi dan Pengamanan (Sat Propam), terkait kasus penganiayaan hingga tewasnya orang lain. Namun informasi lain menyebutkan, Darnoto nekat bunuh diri karena istrinya mengira ia memiliki wanita idaman lain (WIL). Seperti diungkapkan Yanto (42), istri Darnoto sempat marah-marah karena menduga Darnoto memiliki WIL. Terkait kasus dugaan penganiayaan hingga tewasnya orang lain, penyidik Satuan Propam telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Darnoto pada Selasa sekitar pukul 10.00 WIB di Polres Kendal. Namun tujuh jam sebelum pemeriksaan dilakukan, Darnoto memilih mengakhiri hidupnya dengan cara menembak kening kanan tembus ke kening kiri. "Dia stres karena akan disidang masalah kasus pasal 351 KUHP, yakni penganiayaan yang menyebabkan kematian orang lain," kata seorang anggota Polres Kendal yang tidak bersedia disebutkan identitasnya. Anggota itu menambahkan, Darnoto dilaporkan oleh keluarga korban kasus yang ditanganinya ke Satuan Propam, karena ia dinilai tidak menangani kasus sesuai prosedur yang ada. Berdasarkan laporan keluarga korban itu, lanjutnya, Satuan Propam menjadwalkan pemeriksaan pada Selasa pagi, dari pemeriksaan itu selanjutnya akan dilakukan sidang disiplin. Anggota lain menambahkan, Darnoto takut akan kehilangan jabatan atau dipindahtugaskan ke daerah terpencil. Padahal beberapa rekan seangkatannya juga telah memberikan nasihat kepada Darnoto agar bersedia diperiksa di Propam. Karena pemeriksaan ini belum tentu akan menghentikan karirnya. "Dia sepertinya trauma saat akan menjalani pemeriksaan. Beberapa hari ia nampak gelisah, padahal sudah dinasehati. Ia terlanjur takut, karena setiap yang diperiksa Propam selalu disalahkan dan dicopot dari jabatannya," katanya. Kapolres Kendal AKBP Naufal Yahya mengungkapkan, pihaknya belum bisa mengambil kesimpulan atau motif bunuh diri itu. "Tunggu saja hasil penyelidikan tim kami," kata Naufal. Pasca peristiwa bunuh diri tersebut, suasana Mapolsek Sukorejo sangat mencekam. Puluhan petugas dari Polsek maupun Polres Kendal terlihat sibuk mengidentifikasi lokasi kejadian. Saksi yang mengetahui kejadian itu tidak luput dari pemeriksaan. Kapolwiltabes Semarang Kombes Pol Masjudi ikut menyaksikan jalannya otopsi jenazah Darnoto di RS Bhayangkara Semarang. Menurut dia, otopsi dilakukan untuk mengetahui kemungkinan adanya unsur lain dalam peristiwa tersebut. Kepala Divisi (Kadiv) Humas Polri Irjen Pol Abubakar Nataprawira, membenarkan kondisi psikis Darnoto yang tidak stabil saat menghadapi pemeriksaan Propam. "Dari hasil penyelidikan, diduga korban stres dan nekad bunuh diri," katanya. Abubakar menambahkan, sesuai prosedur yang berlaku, jenazah Darnoto tetap diotopsi dan penyidik juga melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi. "Semua prosuder telah dilakukan penyidik, kita tunggu hasilnya," katanya. Kasus ini semakin menambah panjang daftar penyalahgunaan senjata api di kalangan korp berseragam coklat-coklat ini. Sebelumnya, Wakapolwiltabes Semarang AKBP Liliek Purwanto tewas setelah diberondong enam tembakan oleh anak buahnya, Briptu Hance, di ruang kerjanya, Rabu (14/3/2007) pagi. Hance sendiri akhirnya tewas di tangan anggota Reserse Mobil (Resmob) Polwiltabes setelah tidak mau menyerahkan diri dan justru melawan saat akan dilakukan penangkapan. Diduga perbuatan nekat itu dilakukan karena yang bersangkutan stres berat sesaat tahu akan dimutasi ke Polres Kendal. Kasus lain, seorang anggota Reserse Narkoba (Reskoba) Kepolisian Resor Kota (Polresta) Surabaya Utara, Briptu Deni Bagus Haryono (23), menembak istrinya, Novita Puspita (Vita), Senin (30/4/2007) malam. Aksi penembakan yang mengakibatkan sebuah peluru menembus dari pipi kiri hingga pipi kanan Vita itu, dipicu cemburu buta adanya short message service (SMS) mesra di handphone (HP) milik Deni. Penyalahgunaan senpi juga dialami Kasat Lantas Polres Merauke, Polda Papua, AKP Ronny Pasaribu, yang menembak mati mantan anggotanya, Briptu Nur Hidayat, di Kamar No 16 Hotel Asmat, Merauke, Selasa (22/5), sekitar pukul 09.30 WIT. Sesaat setelah menembak anggotanya yang juga mantan sopirnya ini, AKP Pasaribu kemudian bunuh diri dengan senjata yang sama. (***)

Readmore ""