Senin, 23 Februari 2009

ANGGOTA DEWAN YANG TERHORMAT

ADA yang aneh di dalam gedung DPR. Gedung itu, milik rakyat. Yang berada di dalam gedung itu, wakil rakyat. Jika kita menelisik arti kata wakil, berarti DPR adalah orang-orang yang mewakili rakyat Indonesia. Selama ini, anggota dewan itu selalu disebut dengan sebutan anggota dewan yang terhormat. Apa arti kata terhormat itu?


Terhormat adalah padan kata dari orang-orang atau pihak yang dihormati. Orang yang dihormati, biasanya karena ia memiliki sesuatu yang memang layak untuk dihormati. Berperilaku yang baik, bisa menjadi panutan dan tuntunan.

Namun yang terjadi di gedung DPR ada yang lain, nyeleneh, tidak wajar, dan arogan. Oknum-oknum yang menyandang gelar dewan yang terhormat, ada yang main mata, main gila, dan juga main pat gulipat, untuk kepentingan pribadi dan golongan mereka.

Mereka seperti tidak peduli dan masa bodoh dengan masyarakat yang diwakilinya. Makanya, masyarakat terhenyak kaget, saat mendengar berita penangkapan anggota dewan yang korupsi, berselingkuh, dan juga perbuatan melanggar hukum atau asusila lainnya yang dilakukan para anggota dewan yang terhormat.

Bahkan ada yang lebih gila lagi, mereka melakukan semua itu di dalam gedung wakil rakyat. Mereka berbuat semacam itu mengatasnamakan rakyat. Seperti itukah potret wakil rakyat kita?

Tidak semuanya seperti itu. Yang berlaku seperti itu, melanggar norma dan kaidah kebenaran, hanya segelintir oknum anggota dewan yang terhormat. Masih banyak yang memiliki rasa bela bangsa, bela negara dan juga bela masyarakat.

Kabar terbaru yang beredar dari gedung dewan yang terhormat, adalah PT Pertamina (Persero) meminta maaf ke Komisi VII DPR menyusul keluarnya surat keberatan atas berlangsungnya rapat dengar pendapat dengan Komisi tersebut.

Pasti timbul pertanyaan, ada apa sih?

Konflik ini berawal dari Dirut PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan yang tersinggung atas pernyataan anggota Komisi VII DPR yang menyamakan direksi Pertamina dengan petugas satuan pengamanan (satpam).

"Waktu itu, ada (anggota Komisi VII DPR) yang menghina direksi, sampai disamakan dengan satpam. Itu kan sudah diluar konteks," kata Karen.

Karen mengatakan, surat keberatan yang ditandatangani Sekretaris Perusahaan Pertamina Toharso itu merupakan sikap resmi Pertamina atas rekomendasi bidang hukum. Surat tertanggal 13 Februari 2009 yang ditujukan ke Ketua Komisi VII DPR tersebut mempersoalkan jalannya rapat tertanggal 10 Februari 2009.

Dalam surat itu, Pertamina keberatan dengan jalannya rapat yang menyimpang dari pokok bahasan awal yakni fungsi pengawasan, namun lebih mempersoalkan penunjukkan direksi Pertamina dan bahkan kelayakan direksi.

"Kami kecewa dengan jalannya rapat yang tidak sesuai tata tertib yang berlaku. Rapat tersebut bukan dengar pendapat, namun seperti mengadili jajaran direksi baru," tulis Toharso

Wakil Ketua Komisi VII DPR Sonny Keraf mengatakan, dirinya selaku ketua sidang pada rapat 10 Februari 2009 merasa tersinggung. "Saya kecewa, surat ini merupakan bentuk intervensi," katanya.

Komisi VII DPR merasa keberatan dengan surat Sekretaris Perusahaan PT Pertamina (Persero) Toharso yang berisi kekecewaan atas pertanyaan Komisi tersebut dalam rapat dengar pendapat pada 10 Februari 2009.

Kementerian Negara BUMN menilai penyampaian surat PT Pertamina kepada Komisi VII DPR-RI suatu tindakan yang positif untuk mengingatkan sesuatu hal, namun penyampaiannya saja yang mungkin salah.

"Pertamina kirim surat menurut saya itu mengingatkan sesuatu yang positif, kalau tersinggung saya tidak tahu," kata Menneg, Sofyan Djalil usai Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR, di Gedung MPR/DPR-RI, Senin, menanggapi surat Pertamina kepada DPR, tertanggal 13 Februari 2009 yang mempersoalkan jalannya rapat pada 10 Februari 2009 dengan Komisi VII.

Menurut Sofyan Djalil, sesungguhnya tidak ada niat Pertamina untuk melecehkan DPR, terutama Komisi VII.

"Mereka hanya menyampaikan sekitar perusahaan, barangkali cuma mengingatkan agar diskusi lebih produktif bukan soal pergantian atau proses penunjukan direksi. Tetapi mungkin juga sekretaris perusahaan tidak pada posisinya untuk mengatakan hal itu," ujar Sofyan.

Apalagi surat yang disampaikan ke Komisi VII itu diketahui Dirut Pertamina, berarti tidak ada masalah. DPR, ujar Sofyan Djalil, memiliki fungsi pengawasan oleh karena itu fungsi tersebut kita hargai.

Puncak dari semua perseteruan itu, Dirut Pertamina Karen Agustiawan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Senin mengatakan, pihaknya mengakui surat tersebut tidak sesuai mekanisme yang seharusnya.

"Surat memang tidak sesuai mekanisme, dan karenanya kami mohon maaf," katanya.

Permintaan maaf Karen tersebut mengakhiri perseteruan Pertamina dan Komisi VII DPR atas keluarnya surat yang ditandatangani Sekretaris Perusahaan Toharso tersebut.

Komisaris Utama Pertamina Sutanto mengatakan, pihaknya menyesalkan kesalahpahaman yang terjadi antara Pertamina dan Komisi VII DPR dan berharap ke depan tidak terulang lagi.

"Semua pihak ingin bekerja optimal, termasuk DPR yang ingin Pertamina berkembang dengan baik," katanya.

Menurut dia, pihaknya berharap permasalahan tersebut menjadi pembelajaran bagi semuanya.

Anggota Komisi VII DPR Tjatur Sapto Edy juga mengatakan, ke depan permasalahan tersebut tidak terulang lagi. "Orang yang meminta maaf dan mau memaafkan termasuk golongan orang mulia," katanya.

Wakil Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana juga mengatakan, permasalahan tersebut harus menjadi pembelajaran bagi semuanya dalam rapat-rapat mendatang.

Anggota Dewan lainnya, M Najib mengatakan, permasalahan tersebut memang mesti segera selesai, agar masing-masing pihak bisa bekerja lebih produktif lagi.

Terlepas dari semua itu, kita jadi ingat apa yang dikatakan mantan Presiden Abdurrahman Wahid soal anggota DPR yang disamakan dengan anak TK. (***)

Readmore ""

TIGA MINGGU YANG MELELAHKAN, NAMUN AKHIRNYA IA SEMBUH

BERITA kecelakaan yang disampaikan lewat short message service (SMS) di handphone-ku, tertanggal 31 Januari 2009, pada pukul 13.30 WIB. Namun waktu itu, aku baru membuka SMS sekitar pukul 15.30 WIB. Di SMS itu hanya dijelaskan, Nur kecelakaan dan sekarang dirawat di RS Cipondoh, Tangerang. Ternyata, ia dalam kondisi koma.


Nur adalah salah satu adikku yang berada di Jakarta. Ia bekerja sebagai salah satu tim supervisi terhadap pemasaran produk tertentu. Karena itu, dalam kesehariannya, ia harus menempuh perjalanan hingga 250 kilometer untuk mengetahui pasaran produk yang menjadi tanggungjawabnya.

Aku baru bisa mencapai rumah sakit sekitar pukul 19.00 WIB, karena jaraknya yang cukup jauh dari Depok dan aku masih harus mencari alamat rumah sakitnya.

Di rumah sakit, saat itu sudah ada suami dan keluarga dari pihal suaminya. Hampir semuanya ada. Sedang dari keluargaku hanya aku dan anakku, Deva. Tapi itu semua sudah cukup bagi kami. AKu mendapat kesempatan melihat dari dekat kondisi Nur. Ternyata ia tidak bisa bereaksi apa-apa.

Sejak kecelakaan pertama, ia dalam kondisi koma atau tidak sadarkan diri. Kondisi ini, berlangsung terus hingga tanggal 10 Februari 2009. Bayangkan, dalam kondisi koma selama 11 hari.

Selama dalam masa perawatan tiga hari pertama, aku terpaksa berbohong kepada ibu bapakku. Aku katakan kalau Nur dalam kondisi baik-baik saja. Yang mengetahui kondisi sebenarnya hanya Yani, adikku yang lain yang berada di Solo.

Namun firasat ibu mengatakan lain. Sebagai ibu, ia bisa merasakan bahwa Nur dalam kondisi yang tidak baik. AKhirnya, pada hari ke lima, ibu dan bapak diantar Edi (adikku), langsung menuju Tangerang. Mereka dijemput Mbak Atun dan suaminya yang kebetulan tinggal di Tangerang dan tidak jauh dari rumah sakit.

Dalam doa dan kasih sayang seorang ibu, Nur perlahan-lahan mulai menggerakkan anggota tubuhnya. Ia mulai sadar pada hari ke 11. Saat pertama kali ia berhasil membuka mata, wajah ibulah yang pertama kali dilihatnya. Hanya beberapa detik, setelah itu, kembali tertutup.

Ternyata, itu sinyal yang baik. Nur mulai menunjukkan kesehatan dan kesadaran. Perlahan-lahan, ia mulai menggerakkan anggota tubuh, dan bisa berbicara. Melihat perkembangan yang baik ini, kita semua menjaid bersyukur.

Ibu dan bapak akhirnya kembali ke Solo setelah dijemput Yani dan suaminya, Gito, dan Wisnu (anaknya). Dengan kereta api, mereka meninggalkan Jakarta pada hari Senin (16/2/2009).

Kabar yang lebih menggembirakan lagi, sekitar pukul 14.00 WIB pada Jumat (20/02/2009), Nur diizinkan dirawat di rumah. Ia akhirnya dibawa kembali ke rumah keluarga suaminya yang ada di Tangerang. Dengan perhitungan, terapi bisa dilakukan di sekitar rumah.

Dan kini, Edi, pada Senin (23/02/2009), kembali ke Solo. Kita seudah semakin tenang. Karena Nur sudah sembuh. Semoga. (jjj)

Readmore ""