JAKARTA-CRIMENEWS: Sinyalemen adanya keterlibatan perwira Polri di balik perjudian kelas kakap di Hotel The Sultan, Jakarta, kini mulai dikuak.
Masyarakat berharap, pemeriksaan pengungkapan dugaan keterlibatan anggota polisi dalam perjudian ini bukan sekedar dagelan, namun ini adalah aksi yang benar-benar bisa mengungkap beking perjudian dari kalangan kepolisian.
Karena kemungkinan keterlibatan anggota polisi sebagai beking perjudian itu memang sangat besar, karena lokasi hotel berskala internasional itu tepat berada di depan Markas Polda Metro Jaya dan berada dalam wilayah hukum Polres Metro Jakarta Pusat.
Kemungkinan lain yang mendukung adanya beking dari kalangan aparat keamanan, karena aktivitas yang melanggar hukum dan diperangi jajaran kepolisian itu, sudah berlangsung sejak bulan Januari 2008.
Secara logika, sangat tidak mungkin kalau aktivitas yang mensyaratkan hanya members saja yang bisa masuk, polisi sampai tidak curiga. Apalagi, polisi memiliki kewenangan melakukan tindak kepolisian untuk mengetahui dan membongkar kecurigaannya.
Atau paling tidak, tentunya bisa didata, siapa saja members yang masuk dalam club tersebut. Dari nama dan identitas itu, tentunya bisa dilacak, siapa saja mereka.
Terlepas dari semua itu, saat ini Direktorat Profesi dan Pengamanan (Dit Propam) Polda Metro Jaya tengah memeriksa enam orang perwira menengah (pamen) Polri yang biasa bertugas di Polda Metro Jaya dan Polres Metro Jakarta Pusa. Mereka, karena kewenangan dan tugasnya diduga mengetahui dan tidak melaporkan serta melindungi aksi perjudian tersebut.
Kabid Propam Polda Metro Jaya Kombes Pol Erwin Hasibuan, mengakui
adanya pemeriksaan terhadap keenam pamen tersebut. Sayangnya, ia tidak bersedia menjelasna identitas terperiksa dan kesatuannya. Yang jelas, katanya, mereka sudah menjalani sidang kode etik.
Informasi di Mapolda Metro Jaya menyebutkan, keenam Pamen yang menjalani sidang kode etik tersebut masing-masing adalah satu perwira berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP), dua anggota berpangkat Komisaris Polisi (Kompol) dan tiga lainnya berpangkat Ajun Komisaris Polisi (AKP).
Ketertutupan akan identitas terperiksa, juga dilakukan Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Abubakar Nataprawira. Ia mengaku belum mengetahui siapa saja terperiksa dalam kasus ini. "Nanti kalau sudah ada informasi yang jelas, pasti akan kita sampaikan," katanya.
Menyikapi ketertutupan Mabes Polri dan Polda Metro Jaya ini, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, mendesak Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri agar terbuka kepada publik, terkait pemeriksaan ini.
Kapolri, lanjut Neta, harus transparan terhadap setiap kebijakan yang diambilnya, terutama untuk melakukan pengawasan terhadap anak buahnya. "Kapolri harus terbuka kepada publik, jangan menututup-nutupi kebijakan yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat, apalagi menyangkut soal pengawasan terhadap anak buahnya yang melanggar hukum," katanya.
IPW juga meminta Komisi Hukum DPR-RI agar memanggil Kapolri untuk didengar keterangannya terkait pemeriksaan anggotanya itu. "Sampai saat ini masih simpang siur, berapa sebenarnya jumlah terperiksa dan apa saja pangkat mereka. Apakah enam pamen atau sepuluh perwira tinggi? Ini harus dijelaskan, termasuk sanksinya," katanya. (Joe)